HUJAN DI DEPAN RUMAH
Pagi ditemani rintik-rintik hujan
Langit yang putih tertutup awan
Kupandangi suasana depan rumahku
Ada sawah dan padi yang mulai menguning
Rasa malasku semakin membesar
Dan ingin membawaku lagi mengarungi mimpi
Tapi aku masih ingin berdiri disini
Memandangi desaku yang sangat indah
Karena aku takut semua ini akan hilang
Disulap menjadi taman-taman kemunafikan
Di waktu yang cerah kita bisa melihat
Bukit dan gunung yang berbaris rapi
Tapi dari depan rumahku juga kelihatan
Corong asap pabrik yang menghitami angkasa
Pernah ada satu burung jatuh di halaman rumah
Sambil menangis dia berbisik padaku
Kalau dia terkena radang paru-paru
Setelah melewati kawasan industri dekat rumahku
Esok harinya sahabat sang burung datang membawa kabar
Kalau temannya yang sakit paru itu telah mati
Karena merasa cemas burung-burung lainnya
Membeli masker dari toko terdekat
Rintik hujan berubah menjadi hujan deras
Kubuat secangkir kopi dan aku tidak mau lagi keluar rumah
( Hidup- M.A Ojudista, 8 April 2010 )
Berlarilah… berlarilah jangan menoleh ke belakang
Biarkanlah… biarkanlah dia tetap tertinggal di belakang
Jangan terus jatuh hanya karena kaki berdarah
Jangan terus menangis hanya karena tergores
Teriaklah… bahwa itu bukan kehidupan yang indah
Hantamlah.. bahwa itu memang benar musuh yang nyata
Karena kita bukan orang-orang yang kalah
Karena kita bukan orang-orang yang gila
Tersenyumlah karena mentari setia menemani
Setiap jejak langkah kita hinggah dia musnah
Yakinlah bahwa tanah tidak akan sudi menerima
Bangkai kita yang telah bersetubuh dengan penguasa
Bumi rindu keringat-keringat manusia yang penuh cinta
Yang akan menjadi penyambung kehidupan selanjutnya
Bumi rindu darah-darah manusia yang penuh cinta
Yang akan menjadi penyambung kehidupan selanjutnya
M.A Ojudista, 2007
Langit yang putih tertutup awan
Kupandangi suasana depan rumahku
Ada sawah dan padi yang mulai menguning
Rasa malasku semakin membesar
Dan ingin membawaku lagi mengarungi mimpi
Tapi aku masih ingin berdiri disini
Memandangi desaku yang sangat indah
Karena aku takut semua ini akan hilang
Disulap menjadi taman-taman kemunafikan
Di waktu yang cerah kita bisa melihat
Bukit dan gunung yang berbaris rapi
Tapi dari depan rumahku juga kelihatan
Corong asap pabrik yang menghitami angkasa
Pernah ada satu burung jatuh di halaman rumah
Sambil menangis dia berbisik padaku
Kalau dia terkena radang paru-paru
Setelah melewati kawasan industri dekat rumahku
Esok harinya sahabat sang burung datang membawa kabar
Kalau temannya yang sakit paru itu telah mati
Karena merasa cemas burung-burung lainnya
Membeli masker dari toko terdekat
Rintik hujan berubah menjadi hujan deras
Kubuat secangkir kopi dan aku tidak mau lagi keluar rumah
( Hidup- M.A Ojudista, 8 April 2010 )
Berlarilah… berlarilah jangan menoleh ke belakang
Biarkanlah… biarkanlah dia tetap tertinggal di belakang
Jangan terus jatuh hanya karena kaki berdarah
Jangan terus menangis hanya karena tergores
Teriaklah… bahwa itu bukan kehidupan yang indah
Hantamlah.. bahwa itu memang benar musuh yang nyata
Karena kita bukan orang-orang yang kalah
Karena kita bukan orang-orang yang gila
Tersenyumlah karena mentari setia menemani
Setiap jejak langkah kita hinggah dia musnah
Yakinlah bahwa tanah tidak akan sudi menerima
Bangkai kita yang telah bersetubuh dengan penguasa
Bumi rindu keringat-keringat manusia yang penuh cinta
Yang akan menjadi penyambung kehidupan selanjutnya
Bumi rindu darah-darah manusia yang penuh cinta
Yang akan menjadi penyambung kehidupan selanjutnya
M.A Ojudista, 2007
Post a Comment