DI AWAL YANG RAMAH PENUH MAKNA

Mutualisme cita-cita dan kejujuran atas situasi yang tidak bisa terbantahakan. Hingga proses perjalanan hidup dengan konsistensi penempatan sikap relasi dalam ruang dan waktu, dibarengi dengan kisah-kisah romansa kebahagiaan.
Aku sadar banyak situasi yang hampir hilang dari tujuan-tujuan politik kami, atas keterlibatan “orang lain” dalam mengarungi jalan hidup kami. Tetapi kami tetap konsiten dalam bersikap, cita dan cinta kami, serta kesepakatan-kesepakan kami harus di uji, terutama konsistensiku atas kesadaran bahwa kami memiliki tanggung jawab bersama dalam sebuah ide besar dikomunitas. Sadar dan kita sadari itu, kita jangan berubah ditengah jalan, mari melanjutkan impian dan kegelisahan kita yang paling nyata. Upps kau ga berubah, mantap dan mengerti akan kondisi.
Kami memulainya dengan pembicaraan dua arah, melanjutkan lewat dunia maya. sepenggal surat perjalan hidup dan proses-prose dialektis terurai menjadi bahasa yang tersirat sikap kegelisahan. Tidak begitu cerdas aku berfikir saat itu, yang kumiliki hanya beberapa kenyataan yang menggangu ketenanganku, membawaku dalam kegelisahan dan memukul ku hingga tersadar. Denganmu, dengan mereka kita beranjak dari titik-titik perjuangan dan cita-cita penuh kesadaran. Tidak ada lagi yang harus kita tunggu, tidak ada lagi yang harus kita salahkan, hanya sikap “dari kita, mari mulai semua.” Seperti sejak awal kita bertemu, membentuk team dan bekerja untuk komunitas.
Kembali kepembicaraan itu, aku beri nama pertemuan-pertemuan itu adalah document, document penting yang harus menjadi catatan sejarah untuk kita wariskan kelak pada generasi yang akan datang. Kumulai satu document pertama dengan sebutan Document Kegelisahan. Document kegelisahan dengan judul “Ditangan Mereka Harapan Itu Ada ”. Surat ini mendapat respon yang cukup menarik dan selang beberapa hari ngobrol denganmu dikala jeda diskusi usa i, serius, humor berbalut kerinduan masa lalu, menjelaskan kesadaranku atas situasi beberapa bulan belakangan. Melanjutkan dengan komunikasi nyata. Selanjutnya kesepakatan akan document lanjutan, document ke dua itu kusebut “Document Sempurna.” Mengapa document sempurna ! Ide ini tidak begitu sulit dipahami, karena pemberian nama “Sempurna” hanya factor tempat.
Tapi tempat juga ternyata menghasilkan sesutau yang beda. Mengapa beda, karena saat itu tepat seperti nama tempat, team itu datang dengan sempurna. Walaupun sejak awal banyak komunikasi yang tidak berbalas, tapi keyakinanku dengan teman-teman mendorong semangatku untuk cepat-cepat beranjak dan bergegas menuju titik Sempurna itu. Wah salah satu telah hadir, dengan ponsel sakit itu, kami kirimkan “Sort Massage Service” untuk teman yang masih disekitaran warung dia tinggal. Bagian team kami yang paling dekat dengan sempurna itu. Tidak lama berselang wajah dan seyum itu menapak dan menghampiri kami yang masih belum berani untuk pesan sesuatu.
Sekitar lima menit berselang, teman yang tadi aku komunikasikan itu datang, sebuah kejadian lucu, rupanya mereka saling menelpon atas komunikasi yang tidak efektif dari tadi, rupanya salah satu diantara mereka ada yang sudah pergi kerumah tua, dia bilang begini “ku pikir ketemu di rumah tua”, “ha ha hamakanya kalau di SMS itu dibalas, biar ga nyasar, aku berujar. Rupanya teman itu sudah didekatnya, dan saling menyapa, hingga bergabung dengan kami.
Ok saatnya kita minum, “pesan saja” ujar teman yang sudah rajin pulang ke rumah itu, dengan gaya bicaranya yang khas. Upaya untuk menghubungi teman, kami lakukan, namaun berkat situasi menjelang demonstrasi ada waktu untuk konsolidasi yang panjang denganya. Tidak lama dia tiba dengan wajah kelelahan, dan tanap ragu, tanap bingung dia langsung ikut suasana bincang-bincang malam itu.
Disini kami ber lima , tidak ada topic-topic bahasan yang ditentukan, tiada pembukaan layaknya diskusi-diskusi. Ini kami sebut bincang-bincang, karena kami memulai dengan mengalir saja, namun berisi keseriusan walau berbalut tawa dan canda. Bincang-bincang saat itu, mengarah pada dua topic penting tanpa setting sebelumnya.
Pertama : bincang-bincang itu mengalir pada persolan kapasitas kader dan proses idiologisasi dan kontinuitas. Kedua, tentang sinergisitas antara beberapa generasi. Kami tidak tahu dari mana semua itu dimulai, tetapi semua menjadi nyata dalam isi kepala kami, ada hal besar yang harus kita kerjakan, ada masalah serius yang harus kita cari solusi. Hingga keputusan untuk melakukan sesuatu dengan kerja sama dan wacana serius tapi santai. Tambahan bincang-bincang yang kami rasa sangat penting saat itu, menyangkut kepanitiaan sebuah perhelatan tahunan komunitas, dan sedikit kritik mengapa kita belum ambil langkah atas situasi ini.
Kami masih bingung harus berbuat apa, tetapi namanya juga team selalu ada solusi untuk sebuah peru bahan. Dengan proses argumentasi diantara ke empat personal team, memutuskan sesutu yang harus segera dilakukan, ya itu dia kita harus bertemu dengan pimpinan kepanitiaan. Untuk meluruskan kerja-kerja dan mendorong agar efektivitas panitia berjalan. Hingga akhir document ini, aku masih menuggu apakah ada momentum yang tepat dalam waktu dekat bertemu mereka.? jawabanya semua harus dicoba. Selanjutnya kita kembali dan kondisi sudah malam.
Akhirnya kita makan juga, suatu pertemuan yang selalu dibarengi dengan makan sebelum-sebelumnya tapi malam ini beda. Sesudah bincang-bincang, setelah anak-anak medan itu pulang kerumahnya masing-masing, makan dimulai. Bukan menghindar dari mereka, atau bukan niat tidak mau makan bersama, tetapi karena mereka ada jatah makan dirumah, biarlah mereka makan dirumahnya. Sedangkan kami harus kembali kerumah tua, mana ada makanan yang ada pulau nyamuk. Bersambung.. !
----------------------------------------------------------------------
Juson Ali’eha
Post a Comment