AGAMA, UANG DAN RUMAH KOST
16 Juni 2010 pukul 1:26
Kota
secara administrative merupakan ibukota pemerintahan, secara geografis
dan sosiologis merupakan daerah tempat tinggal manusia yang identik
dengan masyarakat urban. Salah satu contoh kota sebagai daerah urban
adalah ibu kota provinsi seperti kota medan misalnya. Beragam motifasi
penduduk desa untuk hijrah kekota, seperti pencarian kerja, melanjutkan
pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi, juga menikmati kebebasan yang
tidak ditemukan di daerah pedesaan.
Salah satu faktor
dominan perpindahan penduduk adalah melanjutkan pendidika ke jenjang
Perguruan Tinggi (kuliah-red). Fenomena ini merupakan salah satu ekses
atas minimnya akses pendidikan tinggi di daerah pedesaan bahkan daerah
ibu kota kabupaten secara administrative.
Secara
sosiologis masyarakat kota menjadi masyarakat yang sangat kompleks,
terbuka, beragam ciri dan karakter juga latar belakang ekonomi serta
kepercayaan (Agama-red). Hal ini tentu sangat bermanfaat untuk mendorong
berkembanganya sikap-sikap pluralisme dan toleransi dalam kehidupan
social-ekonomi masyarakat. Namun semua ini harus di imbangi pula dengan
sikap penerimaan masyarakat kota sendiri terhadap pendatang atau
masyarakat desa.
Sudah sangat umum kita lihat bahwa
fenomena masyarakat urban ini menjadi bagaian yang tidak terpisahkan
dari perkembangan ekonomi masyarakat perkotaan. Seperti berkembangnya
sikap masyakata desa yang tinggal di kota untuk menikmati sekian banyak
cara hidup masyarakat perkotaan. Misalnya menikmati pusat-pusat jajanan
dari kelas ekonomis hingga elit, mudahnya akses atas jasa teknologi dan
terpenting jasa tempat tinggal. Saya ingin melihat salah satu fenomena
yang muncul secara ekonomis adalah perkembangan penyediaan jasa tempat
tinggal (Kost-kost an). Perkembangan ini lebih dipacu oleh meninggkatnya
perpindahan penduduk dari desa ataupun kota kecil untuk melanjutkan
kuliah di ibu kota.
Menjelang penerimaan mahasiswa baru,
para peyedia jasa ruma kost melakukan serangkaian promosi hingga
tawaran-tawaran menjanjikan untuk kenyamanan sebuah tempat tingal. Semua
ini merupakan bagian yang harus di lakukan oleh para penyedia jasa kost
untuk mendorong para calon mahasiswa baru ataupun mahasiswa baru
mendapat informasi agar tidak kebingungan memilih dimana akan tinggal
selama proses studi di kota. Dengan pertimbangan pertimbangan penting
dan mendasar.
Salah satu diantaranya jarak tempuh dari
tempat kuliah yang dia inginkan. Kebanyakan rumah-rumah kost berada di
sekitaran kampus yang nota benenya adalah merupakan daerah kota yang
dekat dengan sikap-sikap intelektualisme, kebebasan dan kemandirian.
Maka jika berjalan disekitaran kampus kita akan melihat beberapa
pemandangan yang tlisan penerimaan anak kost. Tetapi ada hal yang sangat
mengejutkan dengan sikap para penyedia jasa kost yang selalu memasang
iklan kost penuh diskriminatif ataupun perilaku primordialisme. Salah
satu yang paling mencolok adalah diskriminasi atas dasar Agama. Beberapa
ruma kost memasang iklan bertuliskan “menerima anak kost muslim”.
Sekilas
tulisan iklan ini tidaklah merupakan sebuah gangguan yang cukup
berarti. Namun setelah kita kaji lebih dalam ternyata tulisan ini
memberikan kesan pertama bahwa jika ingin hidup di Kota dan tinggal satu
kost dengan sesama mahasiswa, maka sikap yang pertama adalah harus se
Agama. Tentu hal ini menyebabkan dampak yang cukup negative terhadap
perkembangan pemikiran masyarakat kota. Jika semua peyedia jasa kost
menuliskan iklan penuh diskriminatif seperti itu, katakanlah yang
memiliki usaha kost merupakan kristiani, menuliskan iklan “menerima anak kost Kristen” begitu juga dengan agama yang lain, maka potensi pengkotak-kotakan mahasiswa ataupun masyarakat kota akan semakin meningkat.
Padahal
jika ditinjau dari beberapa aspek, seperti aspek ekonomis, sebenarnya
penyediaan jasa kost adalah berpatokan pada nilai ekonomis/keuntungan
yang datang setiap bulan atapun setiap tahunya, tentu ukuranya adalah
Uang. Maka menjadi pertanyaan kritis, Apakah uang memiliki agama, atau
agama itu memiliki uang. adakah perubahan nilai mata uang jika uang
tersebut datang dari seseorang yang beragama tertentu. Kedua jika dasar
diskriminasi penerimaan anak kost tersebut adalah factor kenyamanan,
apakah agama tertentu diluar dari iklan tersebut secara historis ataupun
kenyataan sehari-hari merupakan kelompok dalam masyarakat yang selalu
tidak memberi rasa nyaman dalam kehidupan ?
Sering sekali
perbedaan faktor makanan menjadi alasan dalam sikap-sikap seperti iklan
diatas, sejauh yang saya pahami perbedaan tersebut tidak menjadi masalah
diantara anak kost yang menerima semua agama. Karena mereka juga
mengerti akan semua hal yang tidak bisa dilakukan bersama-sama diantara
anak-anak kost yang memiliki perbedaan keyakinan. Situasi demikian akan
semakin menyuburkan kehidupan masyarakat yang toleran dan akan
menumbuhkan contoh masyarakat pluralis. Menurut saya, seharusnya
menjelang penerimaan mahasiswa baru, kesan pertama yang harus diberikan
kepada masyarakat yang datang dari desa ketika pertama sekali masuk kota
adalah membangaun wacana dan sikap masyarakat terbuka terhadap siapapun
tanpa ada sikap-sikap yang berpotensi untuk menimbulkan sikap
diskriminatif diantara masyarakat.
Tulisan ini sampai pada
kesimpulan jika kelak memiliki niat ntuk membangun usaha rumah kost
yang paling pertama iklan yang harus saya pasang adalah : “menerima anak kost semua agama juga atheis/tidak beragama !”
Medan, 15 Juni 2010
Post a Comment