CAPRES, RELAWAN DAN RUANG KOSONG

30 September 2013 pukul 17:34
Bermakna, genius juga sangat menguntungkan. Itulah kesimpulan yang sangat tepat atas keikutsertaan saya dalam pelatihan manajemen kampanye yang diselenggarakan oleh Bara JP, Sabtu (28/09). Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai latar belakang profesi, mulai dari penulis, politisi, aktivis NGO, pengacara, dosen juga beberapa aktivis senior yang telah memiliki pengalaman panjang dalam politik dan pergerakan, baik lokal maupun nasional.
Kegiatan menjadi sangat istimewa, selain faktor peserta, juga dipengaruhi oleh kehadiran pembicara yang “konon” telah memiliki pengalaman sebagai konsultan politik dalam berbagai kesempatan pemilihan kepala daerah di Indonesia.

Mencermati point-point presentasi dan penjelasan pembicara, dalam hal ini Riza Irfan, susunan topik dan orientasi materi yang disampaikan lebih berfokus pada pemenangan Jokowi sebagai calon presiden. Hal ini dapat dimaklumi, sebab kegiatan pelatihan ditujukan kepada relawan Jokowi yang tergabung dalam Bara JP 2014.

Dalam uraiannya, meskipun banyak menggunakan teori-teori ilmiah sebagai sumber referensinya, namun perdebatan dalam diskusi lebih berfokus pada kalah-menangnya seorang capres dalam proses Pemilu. Kemudian kemungkinan kemenangan Jokowi sebagai calon presiden 2014, serta analisis-analisis yang disampaikan oleh pembicara maupun peserta berdasarkan kondisi pilkada di masing-masing daerah.

Sekedar untuk memori, sekaligus perkenalan saya pada kata konsultan politik, beberapa bulan sebelum meninggalnya Bung Yon Inf. Hotman, Campaign Manager SBY 02/04 dan pendiri Blora Center, tepatnya antara 11 Juni 2012 hingga 15 Agustus 2012, kami terlibat diskusi aktif dengan topik masalah dan kajian tentang metode kampanye dan profesionalitas seorang konsultan politik.

Dalam diskusi tersebut, Yon menjelaskan bahwa, seorang konsultan politik dalam pemilihan presiden maupun kepala daerah, peran konsultan hanya mengantarkan kandidat menjadi pemenang dalam pemilihan dan tidak melibatkan diri dalam kepentingan politik pasca pemilihan berlangsung, apakah seorang kandidat tersebut menang maupun kalah. Oleh sebab itu, secara hukum dan politik, jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan, maka konsultan tidak bertanggung jawab atas hal-hal demikian.

Selain penjelasan akan peran, Yon juga menjelaskan untuk menuju kemenangan, ada empat kebutuhan dan empat syarat agar menang dalam kampanye, meskipun ada faktor lain yakni faktor pasangan calon yang akan diusung. Tetapi menurut pengalaman dan pengetahuan Yon, ke-empat kebutuhan tersebut antara lain massage, management, media dan momentum. Serta 4 syarat menang yaitu kontras, coalition, capital (modal) dan confidence (percaya diri).

Dalam pelatihan yang berlangsung dialogis tersebut, sepertinya Riza Irfan belum bersedia membuka bagaimana tips dalam memanajemen kampanye agar berlangsung efektif, dengan mempertimbangkan pemilihan isu, momentum dan segment pemilih yang akan dituju, berdasarkan pengalaman Riza sebagai konsultan politik.

Meskipun belum membahas secara detail, bagaimana bentuk-bentuk manajemen kampanye yang akan diberikan kepada relawan Jokowi, tetapi salah satu yang sangat menarik perhatian saya adalah pembahasan antara relawan dan harapan massa (rakyat).

Pembahasan antara relawan dan harapan massa bagi saya sangat menarik, sebab disini akan banyak asumsi yang muncul dengan menggunakan analisa-analisa personal, maupun berdasarkan sample dalam survey yang digunakan sebagai basis data oleh lembaga-lembaga survey.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa, faktor yang mendorong pemilih untuk memilih Jokowi adalah lebih pada faktor personalisasi Jokowi dalam kehidupan sehari-hari, seperti cara bicara, kegiatannya selama Walikota Solo, maupun sebagai Gubernu DKI Jakarta. Secara umum dapat disimpulkan pula bahwa faktor utama rakyat memilih Jokowi adalah karena dapat dipercaya.

Dengan kata dapat dipercaya, jika diukur dengan indikator survey, baik itu nasional, lokal maupun lembaga survey Internasional, kematangan sikap pemilih jika Jokowi dicalonkan menjadi presiden 2014 adalah sudah sangat matang. Artinya, tidak sulit bagi relawan maupun tim sukses Jokowi untuk memenangkan pemilihan presiden, dengan catatan konsistensi pemilih dapat dipertahankan dari proses survey hingga pelaksanaan pemilu, yang akan berlangsung beberapa bulan kedepan. Barangkali mempertahankan sikap pemilih inilah salah satu bentuk manajemen kampanye.

Kemudian dengan kata “dapat dipercaya”, saya akan menempatkan kalimat ini dalam prespektif “gerakan politik dan konsultan politik” Jika merujuk pada pendapat Yon Inf. Hotman, maka pertanyaan yang sangat mendasar bagi relawan Jokowi atas kepercayaan rakyat adalah; apakah relawan Jokowi menjadi konsultan politik, atau menjadi gerakan politik?

Jika relawan Jokowi menjadi konsultan politik, tentu saja kesadaran massa akan perubahan dan kepercayaan massa akan sosok Jokowi masih berhenti pada pemilu, dan selanjutnya tahap berikutnya akan berada pada “ruang kosong”. Dengan kata lain, setelah Jokowi kita percaya dalam pemilu dan dipilih, lalu menang maka rakyat jadi apa, bagaimana dan kemana? Hal inilah yang saya maksud sebagai ruang kosong.

Selanjutnya, jika Relawan Jokowi merupakan gerakan politik, mestinya program-program sektoral baik petani, nelayan, buruh harus masuk dalam topik-topik manajemen kampanye itu sendiri, atau menjadi isu yang dapat digulirkan di tengah-tengah massa pasca kemenagan Jokowi dalam Pilpres nantinya, dengan begitu pendidikan politik akan berjalan dengan baik, serta harapan massa rakyat akan problem yang mereka hadapi tidak akan berakhir dengan kekosongan.

Namun, jika kita menjadi relawan yang akan bersikap seperti konsultan politik, maka tidak perlu melihat apakah relevansi kampanye yang kita bangun, memberikan pengaruh jangka panjang terhadap rakyat atau tidak, berpengaruh terhadap persoalan-persoalan kerakyatan seperti nelayan, buruh dan tani atau tidak. Yang terpenting, bagaimana memenangkan Capres, tanpa harus memikirkan apa yang akan diperoleh oleh massa rakyat setelah Capres menang atau kalah. Tetapi perlu dipahami bersama, dengan sikap demikian, kita akan sama persis dengan perilaku partai politik selama ini.

Jakarta, 30 September 2013

Juson J. Simbolon

Tidak ada komentar