GERAKAN MAHASIWA DAN PEMILU
Diskusi, pernyataan, dan fenomena golongan putih
kembali marak seiring dengan semakin dekatnya momen pemilu. Golongan putih
(golput) masih dianggap sebagai bentuk ketidakpuasan sekaligus perlawanan atas
partai-partai politik dan calon presiden-wakil presiden, yang tidak sesuai
dengan aspirasi orang yang kemudian memilih golput.
Golput juga masih dianggap sebagai momok yang
menakutkan oleh partai-parti politik, karena dianggap akan memeperlemah
legitimasi pemerintah yang akan berkuasa selajutnya.
Beberapa analisis mengatakan bahwa kalangan yang
terbesar yang akan memelilih untuk tidak memilih (golput) adalah dari kalangan
pemilih-pemilih muda, salah satu dari elemen pemilih muda tersebut adalah
mahasiswa.
Sejarah
Latar Belakang Lahirnya Golput.
Bagi rezim Orde Baru, golput adalah virus ganas
yang harus dihadang. Golput bahkan dikategorikan sebagai bagian dari tindakan
makar, padahal tidak ada aturan konstitusi atau undang-undang yang menyatakan
memilih sebagai kewajiban. Pemilu 1971 adalah awal lahirnya sejarah gerakan
golput, pemilu tersebut adalah pemilu yang pertama kali dilaksanakan masa awal
rezim orde baru.
Saat itu partai politik sudah di fusikan menjadi
tiga saja, yaitu PPP, PDI dan GOLKAR. Lalu lahir gerakan golput yang didasarkan
pemikiran bahwa partai politik hanya dijadikan mesin politik oleh rezim yang
berkuasa dan sebagai gerakan protes lahirlah gerakan golput. Gerakan golput
dimotori oleh aktivis-aktivis mahasiswa, salah satu tokohnya adalah Arif
Budiman.
Dalam sejarah sistem politik Orde Baru, Partai
politik hanya di jadikan mesin politik bagi rejim yang berkuasa. Orang-orang
yang memimpin partai politik adalah mereka yang sama sekali terpisah dengan
massa, mereka lebih nampak sebagai elit yang memerintah dan menjadi corong
program pemerintah.
Sehingga, dengan semakin menguatnya sentimen
kemuakan atas perilaku Orde Baru ditingkatan Grassroot, dan muncullah apatiisme
terhadap parpol. Paska Reformasi, gerakan Golput masih mendapatkan tempat bagi
masyarakat.
Varian
Golput.
Sebenarnya agak sulit mengkategorikan golput
menjadi beberapa bagian, akan tetapi ada ciri tersindiri yang menjadikan alasan
untuk memilih golput. Paling tidak, golput bisa dibagi tiga. Pertama, golput
ideologis, yakni segala jenis penolakan atas apa pun produk sistem
ketatanegaraan hari ini.
Golput jenis ini mirip dengan golput era 1970-an,
yakni semacam gerakan anti-state, ketika state dianggap hanyalah bagian
korporatis. dari sejumlah elite terbatas yang tidak punya legitimasi kedaulatan
rakyat.
Kedua, golput pragmatis, yakni golput yang berdasarkan
kalkulasi rasional betapa ada atau tidak ada pemilu, ikut atau tidak ikut
memilih, tidak akan berdampak atas diri si pemilih.
Orang-orang yang tetap mencari nafkah ketika hari
pemilu atau orang-orang yang tetap meneruskan aktifitasnya pada pemilu termasuk
golput pragmatis ini. Sikap mereka setengah-setengah memandang proses
pemilihan, antara percaya dan tidak percaya.
Ketiga, golput politis, yakni golput yang dilakukan
akibat pilihan-pilihan politik. Seperti halnya gusdur yang baru baru ini menyakan
utnk golput dikarenakan permasalahan internal partainya, maka golput ini
termasuk jenis golput politis.
Kelompok ini masih percaya kepada negara, juga
percaya kepada pemilu, tetapi memilih golput akibat preferensi politiknya
berubah atau akibat sistemnya secara sebagian merugikan mereka. Dari uraian di
atas, sebetulnya belum bisa dikategorikan berapa persis jumlah golput di
Indonesia.
Begitu pun tingginya angka pemilih yang tak tidak
memilih tidak lantas bisa dikatakan sebagai bentuk dari aksi golput. Fenomena
golput memang masih seperti pemilu-pemilu Orde Baru, antara ada dan tiada,
tetapi penuh misteri angka-angka. Dengan golput, masyarakat yang selama ini
terkungkung dengan proses politisasi berlebihan sedang menegaskan eksistensi
mereka.
Sebab, politik memang bukanlah titik puncak dari
kebudayaan dan peradaban manusia. Sementara bagi korban penggusuran, konflik,
intimidasi aparat, atau orang-orang yang tidak mendapatkan keadilan hukum,
golput juga bagian ideologi untuk menegaskan perlawanan dan perjuangan mereka.
Golput jelas bukan fenomena hantu. Ia digerakkan oleh energi yang penuh
kesadaran betapa banyak hal yang terabaikan oleh sistem dan proses politik.
Gerakan
Mahasiswa dan Golput.
Dalam sejarahnya mahasiswa selalu menjadi motor ataupun
inisiator dari gerakan golput. Pada masa rezim orde baru setiap pemilu selalu
ada gerakan-gerakan yang menyatakan sikapnya sebagai bagian dari golput dan
serta merta mengajak elemen masyarakat untuk tidak memilih partai apapun. Yang
pada umumnya di motori oleh mahasiswa, bahkan bisa dikatakan gerakan yang
dibangun adalah bangunan mahasiswa.
Bahkan hingga saat ini seruan-seruan untuk golput
masih terdengar, walapun masih samar-samar. Banyak hal yang harus dievaluasi
dari gerakan golput. Seperti tidak ada follow up jelas dikarenakan tidak adanya
lembaga yang menaungi gerakan tersebut dan tidak adanya hegemoni yang terlalu
kuat di tingkat negara, institusi, ataupun kelompok lokal.
Belum lagi permasalahan belum adanya frame yang
sama, dan bangunan yang dibangun oleh mahasiswa untuk menyikapi pemilu yang
akan diadakan serentak. Walaupun pemilih muda dialisis sebagai pemilih yang
cenderung memilih untuk golput, tetapi bebera fakta partisipasi politik rakyat
lewat pemilu mulai membaik.
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan
gerakan-gerakan menolak kenaikan BBM yang langsung mempunyai sikap bersama yang
tegas, walaupun dilakukan secara terpisah dan sporadis.
Azrai
Ketua PPK
Medan Amplas
Bacaan:
1. Aneka
Pandangan dan Fenomena Politik Golpu [Penyunting dan Kata Pengantar Arbi Sanit]
2. Mengapa
Kami Memilih Golput
3. Golput,
Tranformasi Politik Dan Demokrasi Radikal [Muhammad Ali Fakih AR]
4.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia
Post a Comment