MENGGUGAT KOMISARIS DAN DIREKTUR UTAMA PT.JIEP
18 Januari 2014 pukul 19:29
“Mengungkap kebohongan Ecogreen di Kawasan Industri Pulogadung”
Juson J. Simbolon*
Membaca
Company Profile PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung, disingkat
dengan PT. JIEP periode 2010/2014, seakan kita disuguhkan sebuah harapan
dengan pengelolaan kawasan insustri yang ramah lingkungan. Sebuah
konsepsi tata ruang kawasan bisnis yang mengedepankan kepedulian dan
keberlanjutan lingkungan (sustainable environment), sebagai satu-satunya planet tempat mahluk hidup melanjutkan kehidupan.
Harus
diakui, pasca penandatanganan Protokol Kyoto, tentang perubaan iklim
dan respon komunitas internasional atas perubahan iklim atau yang
dikenal dengan istilah pemanasan global (global warming), masyarakat dari berbagai komponen menjadikan issue ini menjadi issue yang sangat “seksi” dan layak diperdagangkan.
Issue
ini pula menjadi cap, atau label dari setiap aktivitas berbagai Negara,
masyarakat dan lembaga. Mulai dari pemerintah, aktivis lingkungan,
aktivis Non Government Organization (NGO), partai politik, hingga
perusak lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini pengelola bisnis
pertambangan, industri perkebunan, bisnis manufacture dan pengelola kawasan perindustrian.
Maka
tidak heran jika aktivitas dan document bisnis, baik kalangan swasta
maupun pemerintah selalu “menyelipkan”bahkan terang-terangan menyatakan
aktivitas bisnis yang mereka kelola mengacu pada prinsip-prinsip ramah
lingkungan.
Satu dari sekian ribu perusahaan tersebut
adalah PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP). PT. JIEP
adalah perusahaan milik Pemerintah Republik Indonesia yang terletak di
daerah Jakarta Timur.
Sekilas tentang PT.JIEP
Pembangunan
Kawasan Industri Pulogadung merupakan respon atas perkembangan
subsector industri manufacture di Indonesia. Gagasan ini berkembang
pasca berhasilnya rezim orde baru merebut kekuasaan dengan memperkokoh
pemerintahan rezim pembangunanisme yang dikontrol secara otoriter oleh
Soeharto.
Di tengah rezim propasar yang sangat
terbuka, pertumbuhan zona-zona industri secara sporadic merebak di
berbagai wilayah. Situasi rezim dan penetrasi pasar yang sangat agresif
tersebut, menuntut pemerintahan daerah untuk menata kegiatan-kegiatan
industri dengan konsep penyatuan satu kawasan khusus yang terintegrasi
terhadap akses transportasi, pabrikasi (produksi) dan pergudangan (warehouses).
Sesuai
dengan konsep kawasan bisnis terintegrasi demikian, Kawasan Pulogadung
merupakan salah satu kawasan pertama yang menjadi target dan model
perkembangan kawasan industri di Indonesia.
Jika
dilihat dari sudut pandang sejarah (historis), awalnya pulogadung
merupakan tanah tidak produktif, yang sebagian besar terdiri dari daerah
rawa. Melalui Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta (DKI Jakarta-red)
No. Ib.3/2/35/1969,menetapkan lahan seluas 500 Ha tersebut sebagai
lokasi kawasan industri dengan nama Kawasan Industri Pulogadung
disingkat dengan KIP.
Sebagai kawasan industri,
Kawasan Industri Pulogadung dikelola melalui wadah proyek dengan nama
Proyek Industrial Estate Pulogadung milik Pemerintah Propinsi DKI
Jakarta. Sejalah dengan perkembagan arus modal di Indonesia dan
massifnya tekanan rezimpem bangunanisme dibawah komando rezim orde baru,
pada tanggal 26 Juni 1979 dibentuk PT. Persero Jakarta Industrial
Estate Pulogadung (PT. JIEP) dengan penyertaan dan kepemilikan modal 50%
modal Negara RI dan 50% modal PT. JIEP dalam hal ini Pemda DKI Jakarta.
Keputusan ini ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1973 dan Surat Gubernur Propinsi KDKI Jakarta No.D.V-a.3/2/36/73. Sejalan dengan kedua kebijakan tersebut, maka sampai saat ini kepemilikan saham PT.JIEP terdiri dari 50% Negara RI (BUMN) dan 50% Pemerintah Propinsi DKI Jakarta (BUMD). (Sumber PT.JIEP)
Keputusan ini ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1973 dan Surat Gubernur Propinsi KDKI Jakarta No.D.V-a.3/2/36/73. Sejalan dengan kedua kebijakan tersebut, maka sampai saat ini kepemilikan saham PT.JIEP terdiri dari 50% Negara RI (BUMN) dan 50% Pemerintah Propinsi DKI Jakarta (BUMD). (Sumber PT.JIEP)
Dengan
komposisi saham demikian, dipastikan kewenangan manajemen dan
pengelolaan teknis PT.JIEP merupakan kewenangan pusat dan daerah,
termasuk baik-buruknya pengelolaan lingkungan di Kawasan Industri
Pulogadung.
Kawasan Industri Pulogadung kini
Mendengar
kata Pulogadung, sebagaian orang akan berfikir dan mengingat sebuah
kawasan terminal di Timur Jakarta dengan “keberingasan” dan premanisme
yang “mengerikan’. Dan tidak lupa, sebagian orang akan terbayang pula
sebuah terminal dengan jalur transportasi yang sangat kacau.
Disekitar
kawasan Pulogadung pula kemacetan, Pedagang Kali Lima, Pedagang Asongan
dan truck pengangkat material serta limbah pabrik dari Kawasan Industri
Pulogadung saban hari lalu lalang memperparah polusi dan kemacetan
sekitar kawasan. Kondisi demikian melebur menjadi satu, menjadi menu
sehari-hari masyarakat sekitar kawasan Pulogadung.
Di
sisi lain, yang terpenting ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah,
bagaimana tata kelola Kawasan Industri Pulogadung dijanjikan dan
diterapkan, serta bagaimana realitas lapangan yang dapat dengan mudah
dilihat secara kasat mata.
Tanpa perlu mendalami
seluruh isi tulisan yang tersusun rapi dalam buku profil PT.JIEP
periode2010/2014, kita akan memahami apa yang dijanjikan oleh PT. JIEP
empat tahunyang lalu.
Membuka buku profil
tersebut, pertama sekali kita akan disuguhi foto seorang pejabat penting
dalam perusahaan. Seseorang dengan nama Gebyar H. Triyono tersenyum
tanpa dosa dengan jabatan komisari utama (president commissioner).
Dalam
kata pembukanya, Gebyar H. Triyono menyatakan bahwa tema pengelolaan
kawasan Industri Pulogadung untuk tahun 2010/2014 adalah JIEP Ecogreen Industrial Estate dengan dukungan konsep Green Industry
tentu saja berbasis dan berorientasi lingkungan. Dengan konsepsi ini
pula, Gebyar H. Triyono berharap PT.JIEP beserta dunia usaha yang
menjalankan bisnis dan pabrikasi disekitar kawasan dapat bersama-sama
mengurangi dampak pemanasan global.
Lain Gebyar
H.Triyono, lain pula Agus Dwitarto, meski sama-sama memancarkan senyum
tidak berdosa dalam lembaran kedua buku tersebut, mereka juga sama-sama
orang yang harus dimintai pertanggungjawaban, bahkan jika dimungkinkan
“digugat” dan diperiksa oleh penegak hukum akibat buruknya pengelolaan
Kawasan Industri Pulogadung.
Agus Dwitarto merupakan Direktur Utama (PresidentDirector)
PT.JIEP. Dalam buku company profile 2010/2014 Agus Dwitarto bahkan
lebih spesifik menyatakan bahwa PT.JIEP bertekad menempatkan diri
sebagai Eco Green Industrial Estate,sebagai respons atas program Corporate Environmental Responsibility. Program greenindustry juga merupakan antisipasi PT. JIEP dalam menghadapai era bisnis berbasis lingkungan. Yaitu program Environmental Improvement
“sebagai upaya PT.JIEP mencegah pencemaran lingkungan serta melakukan
perlindungan bagi keseimbangan lingkungan saat ini dan masa yang
akandatang” (sumber : profil PT.JIEP, hal 3).
Persoalan infrastruktur jalan di KIP
Rasanya
tidak berlebihan jika pernyataan kedua tokoh penting dalam manajemen
PT.JIEP tersebuthanya pernyataan sloganistik, absurd dan penuh
kebohongan. Pernyataan ini bukan tidak punya alasan jika dikonfrontir
dengan fakta-fakta di sekitar Kawasan Industri Pulogadung.
Tidak
perlu perdebatan intelektual untuk memahami kenyataan sebenarnya, tidak
pula perlu analisis tingkat tinggi untuk menernima logika bahwa
manajemen dan pengelolaan Kawasan Industri Pulogadung tergolong sangat
buruk.
Berjalan di sekitar Kawasan Industri
Pulogadung, kerusakan infrastruktur jalan akan menyambut siapapun yang
melintas serta membahayakan setiap orang, sebab sebagain
besarjalan-jalan utama mengalami kerusakan dengan tingkat genangan air
yang cukup dalam. Terutama jalan di sekitar kawasan pemukiman
masyarakat. Semestinya hal ini tidak akan pernah terjadi jika ada
kepedulian dan manajemen yang benar, sebab setiap perusahaan dalam
kawasan membayar biaya pemakaian lahan, maintanance fee agar infrastructure dan fasilitas pendukung lainya dapat selalu terjaga dengan baik.
Dengan
kondisi infrastruktur yang demikian buruk pula, patut dipertanyakan
bagaimana dan kemana alokasi keuangan PT. JIEP yang diperoleh dari
setiap pelaku usaha disekitar Kawasan Industri Pulogadung. Mungkinkah
telah terjadi penyalahgunaan atau tindak pidana korupsi dalam manajemen
PT.JIEP?, pertanyaan sekaligus dugaan tersebut patut pula dialamatkan
kepada manajemen PT.JIEP, khususnya Direksi dan Dewan Direktur PT.JIEP
itu sendiri.
Jika dugaan tersebut benar-benar terjadi,
maka kedua orang yang telah disebutkan diatas sangat pantas untuk
dimintai pertanggungjawaban. Jika terbukti melakukan penyalahgunaan
keuangan PT.JIEP dapat “dipenjarakan” sebagai bentuk pertanggungjawaban
pemerintah terhadap publik, mengingat PT.JIEP merupakan perusahaan
pemerintah yang dikelola berdasarkan kepemilikan saham BUMD DKI Jakarta
dan BUMN RI.
Dalam konteks ini pula,harapan atas
ketegasan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) sebagai
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, sekaligus penaggungjawab BUMD
DKI Jakarta sangat dibutuhkan, serta ketegasan dari Menteri BUMN Dahlan
Iskan perlu diuji.
Persoalan lingkungan di KIP
Seperti
yang telah diuraikandi atas, pernyataan-peryataan petinggi PT. JIEP
khususnya menyangkut lingkungan dan keseimbangan alam sangat
kontradiktif dengan kenyataan di lapangan.
Salah satu
kasus yang sangat mudah untuk dipahami adalah persolan tata ruang
Kawasan Industri Pulogadung yang tidak dikelola sesuai dengan peta
lokasi dan pemanfaatan areal. Dalam rencana tata ruang KIP, telah
ditentukan zona-zona penghijauan, atau yang lazim disebut sebagai area
hutan kota.
Areal tersebut ditandai dengan plank
petunjuk atau pengumuman yang dibuat oleh Dinas Pertaniandan Kehutanan
Propinsi DKI Jakarta. Serta tertulis pula dengan jelas, bahwa kawasan
yang di beri tanda merupakan Hutan Kota PT.JIEP.
Tetapi
hutan kota dalam pengertian sebaliknya, dalam kawasan tersebut justeru
berdiri rumah-rumah semi permanen serta bangunan-bangunan pengelolaan
limbah padat dari kawasan industry, kafe dan bangunan-banguan lainnya.
Dalam
kawasan tersebut pula tidak terlihat pepohonan yang merupakan penghuni
utama sebuah kawasan hutan. Padahal, jika melihat jumlah perusahaan di
KIP, lebih kurang 334 Perseroan Terbatas (PT) ditambah sekitar 62 CV,
maka kebutuhan penghijauan dengan hutan kota yang benar-benar tertata
sangat dibutuhan, guna menagkap CO2 yang dihasilkan oleh kegiatan
industri di KIP. (sumber data profil PT.JIEP).
Selain
faktor komitmen terhadap lingkungan lewat perawatan dan peningkatan
areal hutan kota, komitmen beberapa perusahan di KIP juga sangat rendah
terhadap keberlangsungan lingkungan, khusuanya disekitar KIP. Seperti
pembuangan limbah cair, gas dan padat yang terindikasi tidak memiliki
dokumen resmi pembuangan dan pemusnahan limbah. Juga pembuangan limbah
cair berbahaya dengan tidak memperhatikan aspek-aspek ekosob masyarakat
di sekitar KIP.
Problem akut ini semestinya tidak
terjadi, selain dampaknya yang sangat membahayakan bagi keberlangsungan
kehidupan manusia, khususnya masyarakat sekiatar KIP, juga
keberlangsungan program Jakarta Baru yang dijanjikan oleh pemerintahan
DKI Jakarta lewat pemerintahan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Pernama
(Jokowi-Ahok). Dimana salah satu yang menjadi janji sekaligus perhatian
publik dari program Jakarta Baru adalah perluasan ruang terbuka hijau.
Oleh
sebab itu, perlu penanganan dan komitmen dari pemerintah DKI Jakarta
untuk membenahi dan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan dan
pengelola Kawasan Industri Pulogadung. Dan sangat dimungkinkan, agar
tidak terjebak dalam dua “isme”manajemen antara BUMD dan BUMN akibat
kepemilikan saham 50:50, Pemerintah DKI Jakarta harus berusaha untuk
menguasai seluruh saham PT. JIEP, sebab sejarah awalnya PT.JIEP
merupakan perusahan daerah DKI Jakarta.
Dengan
pengusaan saham 100% oleh pemerintah DKI Jakarta, maka pengelolaan dan
manajemen akan sangat mudah di evaluasi. Termasuk seluruh pengeloaan
teknis dan operasional PT.JIEP, aspek lingkungan, tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitar (CSR), juga terhadap seluruh rakyat Jakarta.
Diakhir tulisan ini, gugatan pertama akan kita
alamatkan kepada pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama
(Jokowi-Ahok) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, dengan
mengajukan dua pertanyaan utama. Pertama, dimanakan Jokowi-Ahok dalam
problem Kawasan Industri Pulogadung? Kedua, mungkinkan konsep Jakarta
Baru berguna di Kawasan Industri Pulogadung?
Jawaban ini sangat perlu diperoleh oleh publik, agar gugatan terhadap komisaris dan direktur utama PT.JIEP dapat dilakukan.
Sekali
lagi, dimanakah Jokowi-Ahok dalam problem Kawasan Industri Pulogadung?
Dan mungkinkah konsep Jakarta Baru bermanfaat di Kawasan Industri
Pulogadung?
*Penulis adalah :
- Ketua Forum Masyarakat Lingkungan Nusantara(FORMALIN)
- Direktur Litbang dan Pengkajian Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LI TIPIKOR)
Post a Comment