NARKOBA, PENMARU 2006 DAN PERSOALAN KEUANGAN
8 Oktober 2013 pukul 11:05
“Satu Kesatuan Persoalan Bersama Civitas Akademika ITM”
(Oleh : Juson Jusri Simbolon)
Perkembangan
Perguruan Tinggi dalam 5 dekade terakhir ini telah mendorong
meningkatnya minat masyarakat dalam mengecam pendidikan tinggi di
Indonesia, seiring dengan perkembangan zaman, produk histories yang
dihasilkan adalah semakin luasnya pengelolaan Perguruan Tinggi dari
berbagai jenjang studi. Ketertarikan masyarakat sebenarnya secara garis
besar memiliki latar belakang yang sangat klasik.
Pertama lebih disebabkan pradigma lama yang masih terbangun di tengah masyarakat bahwa lulusan yang memiliki title sarjana lebih besar peluang mendapat pekerjaan yang layak, pradigma kedua adalah sebagai simbol peningkatan status social dalam kehidupan bermasyarakat.
Pertama lebih disebabkan pradigma lama yang masih terbangun di tengah masyarakat bahwa lulusan yang memiliki title sarjana lebih besar peluang mendapat pekerjaan yang layak, pradigma kedua adalah sebagai simbol peningkatan status social dalam kehidupan bermasyarakat.
Terlepas dari
semua latar belakang tersebut, kenyataan yang dihasilkan dari situasi
saat ini telah melahirkan kompetisi dalam pengelolaan Perguruan Tinggi
di Indonesia khususnya Medan-Sumatera Utara. Perkembagan kompetisi juga
disebabkan oleh kebijakan Pemerintah yang terus melakukan kebijakan
reformatif dalam pengelolaan Perguruan Tinggi, sebagai implementasi
reformasi kebijakan tersebut adalah pemberian Otonomi penuh pada
Perguruan Tinggi Negeri (PTN-red) mencakup pengelolaan dan keuangan.
Kebijakan
reformatif dengan pengeluaran produk hukum dalam pengelolaan PTN adalah
Peraturan Pemerintah No 61 tahun 1999 tentang PTN Badan Hukum Milik
Negara (PT-BHMN), secara subtansial kebijakan ini negara hanya sebagai
pemilik Perguruan Tinggi, namun dalam pengelolaan dan keuangan
sepenuhnya dimiliki oleh pengelola Perguruan Tinggi itu sendiri ataupun
rektorat. Di Indonesia PT-BHMN berlaku pada 6 (enam) Perguruan Tinggi
Negeri antara lain ITB, UGM, IPB, UI, ITS, USU. Walaupun PTN yang lain
belum memiliki kekuatan hukum dalam pelaksanaan BHMN dalam teknis
praksis sudah mulai mengikutinya.
Berlandaskam kebijakan
BHMN kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan di Internal PTN-BHMN. Salah
satu yang paling menonjol adalah memperluas jumlah program studi
dimasing-masing PTN, sebagai contoh paling dekat Universitas Sumatera
Utara, peningkatan program studi mencapi 30 % dari sebelumnya. Maka
sudah dapat dipastikan jumlah penerimaan mahasiswa juga akan meningkat
darstis. Lantas pertanyaan yang paling mendasar adalah seberapa besar
lagikah jumlah mahasiswa yang masuk Perguruan Tinggi Swasra (PTS),
sebagai ekses dari penerimaan mahasiswa baru di USU.
Ditingkatan
Perguruan Tinggi Swasta (PTS), kompetisi untuk merebut mahasiswa yang
tidak masuk dalam Perguruan Tinggi Negeri justeru lebih besar lagi.
Mejamurnya Perguruan Tinggi mulai dari jenjang D1 hingga S1 yang
sebagian besar memiliki infrastuktur pas-pasan juga menjadi sebuah
fenomena baru dalam liberalisasi pengelolaan Pergurun Tinggi Swasta.
Strategi-strategi dalam pengelolaan sebenarnya tidak memiliki perubahan
yang signifikan. Artinya kesiapan PTS yang sudah memiliki akar sejarah
yang cukup panjang lebih berpeluang untuk bertahan lama. Itupun
tergantung dari investasi yang dimiliki, khususnya jumah mahasiswa yang
akan mendaftar dalam PTS tersebut. Oleh karena itu ditengah kompitisi
PTS sekarang, yang lebih diutamakan adalah membangun strategi dan
managemen sosialisasi dan publikasi yang efektif dan tepat sasaran.
Tanpa menegasikan liberalisasi media yang juga salah satu factor
pendorong semakain ketatnya persaingan diantara Perguruan Tinggi
Swasata.
Cara dan mekanisme konfensional yang diterapkan
selama ini oleh kampus ITM dengan mengutaman sosialaisi dan publikasi
lewat Iklan (Spanduk-red) serta Buklet (Brosur) ternyata kalah bersaing
dengan apa yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Swasta lain. Seperti
iklan lewat media massa, baik elektronik maupun cetak, lewat pelaksanaan
entertainment. Strategi publikasi dengan model konvensional demikian
juga sudah dilakukan jauh sebelumnya, dimana kita sudah dapat melakukan
hitungan peningkatan jumlah mahasiswa baru setiap tahunya.
Berpedoman
hal diatas, untuk maksimalisasi penerimaan mahasiswa baru kedepan
sangat dibutuhkan Alternatif Managemen Publikasi Institute Teknologi
Medan (Management Alternative Publication). Bersifat
kongkrit tanpa mendesain (desigh) sebuah publikasi terlalu
mengada-ngada karena ekses yang di timbulkan akan berujung pada
kekecewaan mahasiswa kedepan, dikawatirkan jika hal demikian terjadi
setiap tahun tidak mustahil berikutnya akan semakin berkurang. Artinya
kita coba bangun bersama metode publikasi dari apa yang kita miliki dan
tidak dimiliki oleh PTS-PTS yang lain.
Memang, untuk saat
ini kita tidak bisa serta-merta menyatakan bahwa persoalan eksternal,
adalah factor utama penurunan mahasiswa baru di kampus Institut
Teknologi Medan, misalnya bertambah besarnya jumlah penerimaan mahasiswa
baru di USU pasca BHMN. Tetapi factor Internal lah yang paling
menentukan, pernyataan ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya
penerimaan mahasiswa baru di kampus-kampus PTS sekitar ITM. UISU, STT
Harapan misalnya. Maka kita harus menyadari sebenarnya factor
kepercayaan masyarakat atas ITM sudah sangat jauh berkurang. Jika
kualitas menjadi parameter yang akan kita lakukan, sampai hari ini tidak
ada kita ketahui standart baku kualitas ITM. Persoalan-persoalan
mendasar inilah kemudian menjadi landasan filosofi bagaimana melihat dan
menemukan akar persoalan kita dikampus ini.
II. Narkoba
Seiring
dengan perjalanan waktu, narkoba dikampus ITM seolah-olah tidak bisa
dihentikan, persoalan ini telah mengubur dalam-dalam kampus ITM dalam
kubangan pradigma masyarakat, bahkan realitas ITM sarang peredaran
Narkoba. Inilah salah satu persoalan internal yang mengakibatkan
menurunya mahasiswa baru, dari berbagai pendapat masyarakat. Artinya
selama ini tidak ada kebijakan yang serius dari rektorat bagaimana
menangani masalah ini secra serius. Jangankan menangani langsung masalah
penggunaan narkoba di lingkungan kampus, merespron surat protest
mahasiswa pun tidak pernah.
Sebenarnya, jika kita
sama-sama menyadari bahwa persoalan narkoba dikampus ini adalah
persoalan bersama dan sangat berekses buruk pada kemajuan ITM, harusnya
ada solusi bersama yang cukup membantu. Dalam seluruh produk hukum
tentang narkoba di Negeri ini sebenarnya tidak ada persoalan. Tugas dan
wewenag kepolisian tidak terbatas dalam memberantas narkoba walau
dikampus sekalipun. Namun kita coba jangan sampai persoalan Internal
kiat melibatkan fihak lain diluar civitas akademika ITM. Secara
kebijakan, bahkan peraturan akademik sebenarnya tidak ada celah untuk
para pengguna narkoba dan pengedarnya untuk dibiarkan menjamur dikampus.
Artinya rektorat dan seluruh civitas akademika ITM berhak untuk
melarang, namun kenyataanya seolah-olah tidak ada yang harus bertanggung
jawab atas persoalan ini. Ada angin segar sebenarnya pasca rector
memberikan SK UKM terhadap GEMANA-ITM (Gerakan Mahasiswa Anti Narkoba),
Kenyataanya apa, yang terjadi hanyalah penambahan beban anggaran
kemahaiswaan. Tanpa memberikan arti penting bagi ITM sendiri.
Yang
saya lihat ada semacam pembiaran semua proses ini terjadi, jika terima
kritik harusnya persoalan ini coba kita tanyakan mengapa, dan apa upaya
Pembantu Rektor III ITM melihat persoalan ini semua, berbicara tanggung
jawab dan profesionalisme kerja harusnya PR III dapat menyelesaikan ini
ditingkat mahasiswa. Jadi terkesan PR III hanya sebatas mengurusin
proposal-proposal kegiatan mahasiswa. Perkembangan oragnisasi,
phisikologi bahkan sosiologis mahasiswa juga mestinya harus dipahami dan
dibenahi.
Dalam dialog ini sangat diharapkan, ada gagasan
radikal yang terbangun atas kesepakatan bersama, kesadaran bersama
bahwa persoalan narkoba saat ini adalah hal yang sangat sangat mendesak
harus diselesaikan secara serius. Bagi saya sederhananya, jika kita
tidak menginginkan kampus kita ini terpublikasi dimasyarakat luar
persoalan narkoba, mari kita bangun pola penanganan Tri
Partit, diman sebuah tema kerja yang di isi oleh Mahasiswa sebagai Steak
Holder, Dosen dan Jurusan sebagai Identivikasi Data Akademik dan
Pembinaan Akademik, Rektorat sebagai Pengambil Kebijakan. Artinya ketiga elemen ini berkerja dengan strategi-strategi terencana.
III. Penyambutan Mahasiswa Baru 2006
Satu
bulan terakhir ini saya sangat dikejutkan dengan keramaian yang terjadi
di depan kampus ITM, berbagai aktivitas mahasiswa belangsung ditengah
hilir mudik calon mahasiswa baru. Pemandangan ini memang tidak kali ini
terjadi hampir setiap penerimaan mahasiswa baru, namun ada sedikit
kelucuan terhadap teman-teman pelaksana kegiatan, ternyata mereka para
pengurus organisasi Mahaiswa Juruasan (HMJ-Red) lagi sibuk dengan
persiapan PENMARU 2006, beginilah cermin organisasi Himpunan Mahasiswa
Jurusan dilingkungan kampus kita, dimana pelaksanaan penmaru tidak ada
anlisis dan satu prespektif yang objektif.
Landasan
filosofis dalam pelaksanaanya tidak jelas, justru lebih pada tradisi.
Persoalan kontroversi yang coba ditawarkan oleh panitia dialog ini
dengan mengambil sebuah gagasan dan wacana dari Prof Eko Budihardjo MSc, Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP), dengan
melihat kontroversi pelaksanaan OSPEK yang lebih penyorotan pada
pelaksanaan kekerasan tidaklah relevan untuk saat ini, pernyataan dan
gagasan dalam prespektif kekerasan sebenarnya tidak begitu besar lagi
terjadi dalam Tradisi Penyambuatan mahasiswa baru di kampus ITM, tetapi
menurut saya yang paling relevan dibahas dalam dialog ini dan sangat
kontroversial justeru untuk apa dilaksanakan dan mengapa PENMARU 2006
dilakukan ditengah kekuangan ITM yang sangat memprihatinkan saat ini.
Dalam
alam berfikir sadar saya, sebenarnya kita ini tidak memiliki skala
prioritas dalam pengunaan anggaran. Padahal jika dipertanyakan pada
teman-teman yang sangat menginginkan pelaksanaan penmaru paling juga
landasan berfikirnya karena ini telah tradisi, sangat tidak ilmiah saya
fakir dan tidak objektif. Kemudian teman-teman mahasiswa yang sangat
mendesak harus diadakan penamru hanya sebatas alasan usang untuk
mengasah mental, memberikan dan mengenalkan dunia kampus. Untuk HMJ ada
krtitik tajam atas kesesatan berfikir dari mereka, Bukankah
logika terbalik orang yang tidak bermental benar coba mendidik orang
agar bermental baik, pernyataan ini saya kemukakan lebih pada realitas
yang terjadi, coba lihat secretariat HMJ dibelakang sana sudah layak
disebut kandang ayang karena tidak satupun yang terurus. Keorganisasian
ini kah yang akan diperkenalkan kepada mahasiswa baru 2006 ? sangat
memalukan teman, mari kta sedikit sadar diri. Sudah sedemikian parah satupun upaya dari PR III bidang kemahasiswaan tidak ada yang kelihatan justeru cenderung dibiarkan.
Menurut
hemat saya, alangkah lebih baik jika kita menyadari kampus ini kampus
Teknologi, maka ditengah zaman dan kemajuan Informasi Teknologi (IT)
saat ini factor pendukung itulah yang sepatunya dilakukan dengan
mengalokasikan anggaran Penmaru pada fasilitas Internet. Hal ini saya
lihat lebih realistis ditengah keuangan ITM yang kian hari kian
memprihatinkan, semoga teman-teman menyadari itu. Jadi
semua perbaikan itu kita mulai dari yang sederhana dan berdasarkan
objektifitas. Terkhusus kepada rektorat agar jangan hanya berhenti pada
argumentasi mahasiswa bahwa Penamaru harus dilakukan dengan alasan sudah
kebiasaan, karena kebiasaan yang tidak banyak memberikan manfaat yang
cukup berarti tidak salah untuk dirubah.
IV. Persoalan Keuangan ITM
Problem
keuangan kampus kita ini khususnya 3 tahun terakhir ini sebenarnya
tidak jauh berubah, problem pokok yang selalu diutarakan para petinggi
kampus ini adalah persoalan jumlah mahasiswa yang makin sedikit, namun
kiat tidak paham kemana sebenarnya alokasi keuangan kampus selama ini.
Betapa kita ikut prihatin dengan nasib para Dosen, Karyawan, dan
rektorat lainya. Apakah memang benar-benar kampus ini tumpur, dan apa
penyebabya, sampai hari ini kita tidak ada bukti kongkrit, yang paling
memprihatinkan sampai-sampai gaji dosen, fungsionaris dan karyawan
tersendat. Bagaimana mereka akan bekerja dengan serius jika tidak
terpenuhi kebutuhan normatifnya. Justeru yang menjadi korban mahasiswa
juga, padahal mahasiswa selalau setia membayar uang kuliah sesuai apa
yang menjadi keputusan rektorat.
Persoalan ini akan terus
berlangsung selama tidak ada ketegasan dari pihak rektorat bagaimana
mengatur management keuangan ITM sendiri, artinya jika seluruh
management di intervensi oleh yayasan maka rektorat semakin tidak
mengalami kemandirian, kemudian tidak bisalagi strategi keuangan ITM,
semata-mata dipaksakan hanya dari uang kuliah mahasiswa, namun ada
terobosan-terobosan baru sebagai sumber keuangan, misalnya dengan
meningkatkan unit usaha yang tidak berseberang dengan basis akademik
dikampus Institut Teknologi Medan. Kemudian harus ada audit keuangan
agar kiat mengerti tepat sasarankah pengalokasian keuangan tersebut.
Solusi untuk ini saya pikir harus kiat cari bersama-sama, karena jika
ini berlangsung terus menerus seluruh civitas kademika ITM juga yang
akan mengalaminya. Streotif negative atas gagasan audit, pemisahan
wilayah kerja rektorat dan yayasan harus segera dihilangkan, mari
berbenah dan membangun dari dalam agar tahun depan kampus ini pulih dari
penyakit kronisnya.
_______________________________________________________________________
Disampaikan pada :
Dialog Interaktif “ Narkoba, Penmaru 2006 dan Quo Vadis Dana Kemahasiswaan/Keuangan ITM”
Diselenggarakan Oleh : Lembaga Pers Mahasiswa-ITM bekerja sama dengan Civitas Akademika ITM
Medan 05 September 2006
Penulis adalah :
Mahasiswa Tua di Lingkungan Jurusan Teknik Mesin
Aktif di Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus “FORUM MAHASISAWA ANTI PENINDASAN-MEDAN
Dan Pernah Aktif di Berbagi Organisasi Intra Kampus ITM
Post a Comment