PT. JIEP BERBOHONG LAGI, ARGUMENTASINYA BERBUAHKAN KERAGUAN
12 Februari 2014 pukul 17:02
Juson J. Simbolon, ST*
Menanggapi surat somasi kepada PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT.JIEP) yang dikirimkan oleh Jaringan Pemantau Badan Usaha Indonesia (JPBU) bersama Forum Masyarakat Lingkungan Nusantara (Formalin), telah dijawab dengan pertemuan tanggal 12 Februari 2014, Pukul 11.00-12.30, bertempat di ruang rapat direktur PT. JIEP, yang dihadiri oleh Perwakilan PT. JIEP, Formalin, JPBUI, KNPI serta perwakilan warga.
Dalam pertemuan “sekejab” tersebut, sepertinya tidak berfokus pada konteks yang dipersoalkan atau yang dimohonkan oleh JPBUI bersama Formalin. Kerangkan dan alur berfikir perwakilan PT. JIEP, lebih pada upaya mendengar dan memberikan argumentasi normative atas persoalan yang terjadi di Kawasan Indusrti Pulogadung (KIP).
Sebagai gambaran, perihal somasi ini bermula saat PT. Rheem Indonesia diduga tidak memilki update penilaian dokumen UKP-UPL sejak Agustus 2011. Hal tersebut terungkap atas pengaduan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat, pemuda dan mantan direktur salah satu badan dalam manajemen PT. JIEP kepada JPBUI dan Formalin.
Berdasarkan pengaduan tersebut pula, JPBU dan Formalin meminta konfirmasi atas laporan, temuan dan hasil investigasi yang dilakukan terhadap PT.Rheem Indoneia. Jawaban PT. Rheem Indonesia, yang tertuang dalam surat resmi perusahaan dan ditandatangani oleh Presiden Direktur Ian G Beech, menyatakan bahwa dalam menjalankan kewajiban lingkungannya PT. Rheem Indonesia dipantau oleh PT. JIEP.
Sebagai perusahaan publik yang diberi wewenang oleh Negara untuk mengelola KIP, semestinya PT.JIEP memiliki semua dokumen rekaman hasil pemantauan atas kewajiban lingkungan perusahaan yang ada di KIP, dan dapat disampaikan ke publik jika sewaktu-waktu publik meminta informasi tersebut.
Selain peryataan resmi PT. Rheem Indonesia, atas dasar UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik pula, mendorong JPBUI bersama Formalin memohon data-data hasil pemantauan terhadap PT. Rheem Indonesia selama ini, melalui surat somasi No 0014/PR/JPBUI-I/I/2014, tanggal 28 Januari 2014, yang ditandatangani oleh Ketua JPBU dan Ketua Formalin, dengan isi utama surat tersebut adalah :
Namun dalam pertemuan tersebut, yang terjadi justeru sebaliknya, PT. JIEP melalui salah satu staf yang bertanggung jawab di Bidang Lingkungan, memberikan argumentasi prosedural pengawasan terhadap perusahaan. Ketika delegasi dari Formalin meminta bukti, bahwa PT.JIEP telah melakukan prosedural pemantauan tersebut terhadap PT. Rheem Indonesia, ternyata PT. JIEP tidak dapat memberikan bukti saat pertemuan, dan hanya menjelaskan secara lisan, bahwa Update atas penilaian ijin UPL-UKL PT. Rheem Indonesia sudah masuk dalam periode semester 2 (dua) 2013.
Sikap PT. JIEP yang tidak memberikan bukti-bukti akurat atas permintaan Formalin bersama JPBUI, sebenarnya sudah menimbulkan keraguan. Pertama; apakah ada upaya untuk tidak memberikan informasi yang dimohonkan oleh JPBUI bersama Formalin?, atau yang kedua; data-data bukti pemantauan tersebut tidak dimiliki oleh PT. JIEP?
Berpedoman pada dua keraguan diatas, jika memang ada upaya untuk tidak memberikan informasi yang dimohonkan oleh JPBUI bersama Formalin, maka mempertimbangkan upaya melakuan pengaduan kepada Komisi Informasi, sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, sebagaiman telah diatur pula dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik adalah pilihan hukum yang paling logis.
Tetapi, jika yang terjadi adalah keraguan ke 2, berarti dapat disimpulkan bahwa selama ini PT. JIEP lalai dan mengabaikan tugasnya sesuai dengan Buku Panduan Investor di KIP. Serta “tutup mata” atau dengan sengajamelakukani pembiaran pelanggaran atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup serta Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 189 tahun 2002 tetang jenis Usaha/Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.
Atau dimungkinkan pula bahwa staf-staf menengah PT. JIEP, tidak mampu untuk mengkordinasikan dan mengawasi semua persyaratan dan ijin lingkungan yang diwajibkan bagi investor di KIP, sebagai konsekuensi atas dugaan ”adanya permainan” para petinggi PT. JIEP maupun pemerintah dengan perusahaan-perusahaan “nakal” di kawasan Pulogadung. Dugaan ini muncul, sebab dalam pertemuan tersebut, salah satu staf PT.JIEP menyatakan bahwa “kami juga kadang kesulitan masuk ke perusahaan-perusahaan, jika melakukan pemantauan, dan ada upaya menghalangi”. Pernyataan ini, semestinya dapat dijadikan dasar analisis dan pendalaman problem-problem akut di KIP.
Kemudian, keraguan-keraguan atas argumentasi PT. JIEP semestinya dapat dengan mudah dipahami oleh publik, jika ada upaya menghadirkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pusat Pelporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPAT), maupun Jokowi-Ahok untuk mengevaluasi prosedur pengeluaran perizinan di DKI Jakarta, khusunya Kawasan Industri Pulogadung, serta evaluasi terhadap transaksi keuangan para petinggi PT.JIEP, BPLHD Provinsi DKI Jakarta dan BPLHD Jakarta Timur.
Dengan upaya ini pula, Jakarta Baru tidak hanya sloganistik untuk memperindah dan mempermanis kata-kata politik. Dan jika dimungkinkan, tanggaung jawab pengelolaan dan bisnis PT.JIEP perlu ditinjau lewat kepemilikan saham oleh BUMN dan BUMD, agar koordinasi kebijakan dan “isme” di tubuh PT. JIEP tidak menjadi halangan dalam membangun upaya bisnis PT. JIEP yang bersih dan transparan, tentu saja responsive terhadap persoalan-persoalan lingkungan di sekitar KIP.
Menanggapi surat somasi kepada PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT.JIEP) yang dikirimkan oleh Jaringan Pemantau Badan Usaha Indonesia (JPBU) bersama Forum Masyarakat Lingkungan Nusantara (Formalin), telah dijawab dengan pertemuan tanggal 12 Februari 2014, Pukul 11.00-12.30, bertempat di ruang rapat direktur PT. JIEP, yang dihadiri oleh Perwakilan PT. JIEP, Formalin, JPBUI, KNPI serta perwakilan warga.
Dalam pertemuan “sekejab” tersebut, sepertinya tidak berfokus pada konteks yang dipersoalkan atau yang dimohonkan oleh JPBUI bersama Formalin. Kerangkan dan alur berfikir perwakilan PT. JIEP, lebih pada upaya mendengar dan memberikan argumentasi normative atas persoalan yang terjadi di Kawasan Indusrti Pulogadung (KIP).
Sebagai gambaran, perihal somasi ini bermula saat PT. Rheem Indonesia diduga tidak memilki update penilaian dokumen UKP-UPL sejak Agustus 2011. Hal tersebut terungkap atas pengaduan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat, pemuda dan mantan direktur salah satu badan dalam manajemen PT. JIEP kepada JPBUI dan Formalin.
Berdasarkan pengaduan tersebut pula, JPBU dan Formalin meminta konfirmasi atas laporan, temuan dan hasil investigasi yang dilakukan terhadap PT.Rheem Indoneia. Jawaban PT. Rheem Indonesia, yang tertuang dalam surat resmi perusahaan dan ditandatangani oleh Presiden Direktur Ian G Beech, menyatakan bahwa dalam menjalankan kewajiban lingkungannya PT. Rheem Indonesia dipantau oleh PT. JIEP.
Sebagai perusahaan publik yang diberi wewenang oleh Negara untuk mengelola KIP, semestinya PT.JIEP memiliki semua dokumen rekaman hasil pemantauan atas kewajiban lingkungan perusahaan yang ada di KIP, dan dapat disampaikan ke publik jika sewaktu-waktu publik meminta informasi tersebut.
Selain peryataan resmi PT. Rheem Indonesia, atas dasar UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik pula, mendorong JPBUI bersama Formalin memohon data-data hasil pemantauan terhadap PT. Rheem Indonesia selama ini, melalui surat somasi No 0014/PR/JPBUI-I/I/2014, tanggal 28 Januari 2014, yang ditandatangani oleh Ketua JPBU dan Ketua Formalin, dengan isi utama surat tersebut adalah :
- Meminta konfirmasi apakah peryataan PT. Rheem Indonesia benar bahwa PT. JIEP yang melakukan pemantauan atas pelaksanaan kewajiban lingkungan PT. Rheem Indonesia
- Jika pernyataan PT. Rheem benar sesuai surat yang mereka kirimkan ke JPBUI, maka kami memohon salinan dan dokumen hasil pemantauan PT. JIEP terhadap kewajiban lingkungan PT. Rheem Indonesia, mengingat informasi tersebut penting untuk diketahui publik, sebagaimana telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
- Perlu kami jelaskan bahwa, JPBU memiliki bukti yang kuat PT. Rheem Indonesia terlibat dalam pelanggaran atas pengelolaan, pemanfaatan dan pemusnahan limbah, dengan sengaja menjual kepada agen-agen pengangkut limbah yang tidak memiliki ijin pengangkutan limbah, pengelolaan limbah dan ijin lokasi pemusnahan limbah sesuai dengan UU RI No. 18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2009, tentang tata cara perijinan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jika memang PT.JIEP melakukan pemantauan di sinyalir PT. JIEP juga membiarkan pelanggaran hukum terjadi di KIP.
Namun dalam pertemuan tersebut, yang terjadi justeru sebaliknya, PT. JIEP melalui salah satu staf yang bertanggung jawab di Bidang Lingkungan, memberikan argumentasi prosedural pengawasan terhadap perusahaan. Ketika delegasi dari Formalin meminta bukti, bahwa PT.JIEP telah melakukan prosedural pemantauan tersebut terhadap PT. Rheem Indonesia, ternyata PT. JIEP tidak dapat memberikan bukti saat pertemuan, dan hanya menjelaskan secara lisan, bahwa Update atas penilaian ijin UPL-UKL PT. Rheem Indonesia sudah masuk dalam periode semester 2 (dua) 2013.
Sikap PT. JIEP yang tidak memberikan bukti-bukti akurat atas permintaan Formalin bersama JPBUI, sebenarnya sudah menimbulkan keraguan. Pertama; apakah ada upaya untuk tidak memberikan informasi yang dimohonkan oleh JPBUI bersama Formalin?, atau yang kedua; data-data bukti pemantauan tersebut tidak dimiliki oleh PT. JIEP?
Berpedoman pada dua keraguan diatas, jika memang ada upaya untuk tidak memberikan informasi yang dimohonkan oleh JPBUI bersama Formalin, maka mempertimbangkan upaya melakuan pengaduan kepada Komisi Informasi, sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, sebagaiman telah diatur pula dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik adalah pilihan hukum yang paling logis.
Tetapi, jika yang terjadi adalah keraguan ke 2, berarti dapat disimpulkan bahwa selama ini PT. JIEP lalai dan mengabaikan tugasnya sesuai dengan Buku Panduan Investor di KIP. Serta “tutup mata” atau dengan sengajamelakukani pembiaran pelanggaran atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup serta Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 189 tahun 2002 tetang jenis Usaha/Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.
Atau dimungkinkan pula bahwa staf-staf menengah PT. JIEP, tidak mampu untuk mengkordinasikan dan mengawasi semua persyaratan dan ijin lingkungan yang diwajibkan bagi investor di KIP, sebagai konsekuensi atas dugaan ”adanya permainan” para petinggi PT. JIEP maupun pemerintah dengan perusahaan-perusahaan “nakal” di kawasan Pulogadung. Dugaan ini muncul, sebab dalam pertemuan tersebut, salah satu staf PT.JIEP menyatakan bahwa “kami juga kadang kesulitan masuk ke perusahaan-perusahaan, jika melakukan pemantauan, dan ada upaya menghalangi”. Pernyataan ini, semestinya dapat dijadikan dasar analisis dan pendalaman problem-problem akut di KIP.
Kemudian, keraguan-keraguan atas argumentasi PT. JIEP semestinya dapat dengan mudah dipahami oleh publik, jika ada upaya menghadirkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pusat Pelporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPAT), maupun Jokowi-Ahok untuk mengevaluasi prosedur pengeluaran perizinan di DKI Jakarta, khusunya Kawasan Industri Pulogadung, serta evaluasi terhadap transaksi keuangan para petinggi PT.JIEP, BPLHD Provinsi DKI Jakarta dan BPLHD Jakarta Timur.
Dengan upaya ini pula, Jakarta Baru tidak hanya sloganistik untuk memperindah dan mempermanis kata-kata politik. Dan jika dimungkinkan, tanggaung jawab pengelolaan dan bisnis PT.JIEP perlu ditinjau lewat kepemilikan saham oleh BUMN dan BUMD, agar koordinasi kebijakan dan “isme” di tubuh PT. JIEP tidak menjadi halangan dalam membangun upaya bisnis PT. JIEP yang bersih dan transparan, tentu saja responsive terhadap persoalan-persoalan lingkungan di sekitar KIP.
Penulis adalah :
1. Ketua Forum Masyarakat Lingkungan Nusantara (Formalin)
2. Direktur Litbang Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi dan Hukum RI
Post a Comment