RING OF POWER

17 Desember 2012 pukul 13:59

Di antara selasar-selasar peristiwa, ku tahu angin tidak akan pernah berhenti, begitu juga dengan hidupku, hidupmu yang telah lama dihinggapi oleh rasa jengah yang mengerikan. Mendung pagi serasa tak berhenti menembus gelapnya awan kelam. Lima hari lamanya, ruang AC yang tak begitu nyaman itu kutinggal, bersama kebosanan jiwa diantara selasar peristiwa nurani kebodohan.

Tepat di punghujung minggu, kucumbu mesra hariku bersama senyum kerinduan, yang hadir di merahnya jingga penunggu mentari terbenam. Sungguh kau telah hadir di akhir pekan yang kosong, bersama buku tebal curian yang hadir untuk tuanmu yang nakal. 

Menyapamu dengan hati sesungguhnya bukan perkara mudah untukku, bukan kebiasaan lazim dalam hidupku, bukan pula persoalan biasa di tengah meriah sekat-sekat social yang memenjara estetika dan eksistensi kemanusiaan, lahir dalam duri-duri sosial yang mapan dalam sekam. Tetapi menyapa dengan ingatan gedung tua, bersama situan uzur membangkitkan amarah dalam jiwa, yang terlanjur terpatri dalam otak keragu-raguan yang kompleks.

Malam itu, setumpuk kertas tebal menyatu dengan kibasan debu penuh noda, terangkai utuh dalam lipatan halaman, lembaran dan gambar-gambar dalam teksbook berbau apek bak kertas yang amat jarang terkena sinar mentari. Sesekali jemari lentiknya membelai lebaran penuh kelembutan, mencari grafik yang akan di persiapkan untuk presentase situan uzur esok pagi. Diantara kelima jemarinya yang kurus, senyum “cincin hitam gotik” itu melirik penuh senyuman, yah “Cincin Gotik Hitam”, dan itu saya sebut dengan Ring of Power”.

Ring of Power, saya sebut cincin hitam melingkar dijari tengah itu dengan kata Power, Ring of Power, sebuah cincin dengan lambang “Innocent of Christian”, yang telah terwariskan turun-temurun umat manusia ribuah tahun yang lalu. Ring of Power sebuah sebutan bagi cincin melingkar yang telah kehilangan permata pelengkapnya.

Ring of Power, sebuah nilai estetika yang melingkar di jari tengah kanan wanita setengah lajang, Ring Of Power yang selalu ikut dalam gerak aktivitas tangan kanan pemiliknya, Ring of Power, sebuah cincin dengan tepian kasar, yang mampu menghasilkan kelembutan saat jemari tangannya melingkar merangkul kelamin lelaki relasinya dipuncak kenikmatan. Diantara gerak turun naik kulit meregang sebuah salib kecil ikut menemaninya, disanalah cincin bersalib itu menjadi bertenaga !

Beberapa hari yang lalu, saat kejamnya iklim memecah stagnasi kehidupan, saat rapuhnya bangunan social dalam kenyamanan perjalanan, sebuah misi pelarian telah tercipta, menuju ke heningan diantara rindang pepohonan kota hujan. Berharap disana pagi akan datang, bersama sepi dan indahnya perdamaian, berdamai dengan indah alam serta indah jiwamu yang hilang. Hilang bersama “Manisnya Dosa, Pahitnya Cinta”, berharap kembali ke kekuatan yang utuh, sekuat mineral hitam melingkar di jari tengahmu, yang saya sebut itu Ring of Power.

Saat dingin smilir angin menyapa penuh kedamaian, jemari lentik lemah terkulai diantara Ring of Power, sesekali kubelai dengan angan dan mimpi menjelang mata terpejam, memutar serah jarum jam, hingga mata dan hatiku terhanyut dalam mimpi tidur siang penuh kicau burung liar. Ring of Power, begitu kuat mengantarku hingga ke tidur bertabur hujan, diantara lembut jemarimu kugenggam, bersama tubuhmu terebah tak beraturan, disampingku tak berdaya, bersama dihiasi aroma khas penghidup inspirasiku yang khas.

Saat lelah jasad dimakan kejamnya angkutan, laju kereta menuju titik keberangkatan, beradu mengejar seluruh stasiun membawa nyenyak tidurmu diatas rebah tubuhku tak berdaya. Bersama gerak pelan Ring of Power, dalam putaran tangan melingkar hangat diantara kedua belah dadanya berdenyut pelan, sesekali aroma tubuhnya terbang bersama suara kebisingan. Ring of Power, telah merubah segalanya menjadi semangat baru, cara baru dan kebiasaan baru dalam sentuhan lembut di antara jemarinya yang mungil.

Tidak terasa, waktu laju lokomotif menembus dinginya malam, mengantarkan kita di gardu terdekat klinik pengobatan penyakit kebosanan. Disana kita kembali melepas dahaga dengan mata dan pikiran, yang masih berbalut dingin damainya alam raya hutan hujan, kota kecil ritual untuk kita bepergian. Bersama Ring of Power, hati dan jiwaku terus berikrar,bahwa kita pasti akan kembali kesana, setelah semua sudut kota menekan kita dengan puncak ke bosanan. Setelah semua kerlip malam menyuruh kita untuk berhenti sejenak, berhenti dari rutinitas kota yang kontras atas ketidakadilan, kesombongan dan ketidak perdulian.

Jakarta, 17 Desember 2012
Juson Ali’eha

Tidak ada komentar