RUMAH BATAK AWAL & AKHIR AYAH SAYA

Puluhan tahun lalu, di rumah adat batak saya berpisah dengan Bapakku, meskipun kami lahir dan besar bukan di rumah seperti ini lagi, karena Alm. Bapak saya merantau meninggalkan Pulau Samosir sejak remaja. Merindukan Bapak saya ? ya tentu saja, tapi inilah mungkin yang disebut dengan "rindu yang tak terobati"

Kala itu usia saya masih 5 tahuh lebih, belum mengerti tentang kesedihan, air mata dan kekawatiran Ibuku yang akan berjuang sendirian mengurus dan membesarkan 8 orang anak-anaknya, setelah genap janji Tuhan bahwa semua akan kembali kepadaNya,sebagaiamana Bapak saya kala itu.

Meskipun di perantauan tidak serta merta membuat hidup lebih baik, tapi tradisi dan hidup dengan keterbatasan telah mendorong semangat Ibu untuk menyekolahkan kami semua, dan keadaan itupula yg mendorong kami meninggalkan kampung halaman.

Kini Ibuku sudah 73 tahun, berkat perjuangannya dan kecintaanya akan profesi yang digelutinya sejak kecil serta ambisinya agar pendidikan anak-anaknya tidak seperti orang tuanya, telah membuat kami selalu merindukannya.

Ibu yang kuat dalam setiap persoalan, Ibu yang teguh dalam keimanan, dan Ibu yang modern dalam berfikir.

Ibu, aku merindukanmu, doaku untuk hari-harimu. Saya sangat berharap jangan lagi ada air mata kesedihan mengalir di pipimu, meskipun kini sendirian di "Rumah Perjuanganmu"

Jakarta 15 Maret 2018
Anakmu Siappudan


Tidak ada komentar