AH PANJANG CERITANYA UAK
Kalimat ini sering sekali terucap di kalangan anak Medan, tak kala ada seorang sahabat ingin tau tentang sesuatu hal dari sahabatnya. Entah itu tentang musibah, percintaan atau tentang keberuntungan.
Kalimat demikian bisa terucap, jika seseorang ingin mempersingkat sebuah cerita, atau tentang kejadian. Contohnya seseorang bertanya "Uak kenapa ko putus sama pacar'mu" Ahhh "Panjang ceritanya Uak" kadang-kadang disambung dengan kalimat "ngerilah kalo diceritakan"
Kali ini, saya mau memulai kalimat "Panjang ceritanya uak..!!", tapi aku coba ceritakanlah se-lengkap mungkin.
Jadi begini Uak. Akhir Desember 2020 lalu, saya pulang ke Medan, bertemu dengan seluruh keluarga di sana. Seorang Adik saya (dari istri) kebetulan bekerja di salah satu perusahaan BUMN dan staf yang bertugas dalam urusan para Dewan Komisaris.
Ceritanya begini, seorang Dewan Komisaris membawa oleh-oleh berupa cerutu untuk beberapa kolega-nya. Si komisaris itu menawarkan ke Adik saya, kalau mau silahkan ambil. Mungkin karena Adik saya ingat dua orang abang-nya (kakak) perokok aktif (kalau tidak sedang batuk-batuk) akhirnya memutuskan membawa dua batang untuk diberikan kami coba.

Benar saja, sebelum kembali ke Jakarta, rokok (cerutu) tersebut diberikan dengan penyampaian yang sedap "Bang ini coba, oleh-oleh dari bos saya". Kata "Bos" itu sudah bisa saya bayangkan, mungkin kayak si Budiman 4.O, yang dapat remah-remah kekuasaan itu lah itu.

Saat itu tidak langsung saya buka, tetapi saya masukkan ke tas kecil untuk saya bawa ke rumah di Jakarta. Selama perjalanan 3 x 24 Jam Medan-Lampung - Jakarta, Si Cerutu itu tetap menemani.
Setelah hampir 3 Minggu di Jakarta, saya tidak punya sedikit keinginan merokok. Tiba saatnya tadi malam, saya tiba-tiba ingin merokok. Tapi saya tidak punya stock.
Terpikir-lah ingin coba itu cerutu. Saya ingin benar-benar mencoba bagaimana kenikmatannya. Biasanya saya kalau merokok di teras bawah. Tapi kali ini saya memperhitungkan banyak hal, dimana saya bakar itu cerutu. Intinya saya ingin benar-benar menemukan kenikmatan cerutu yang sudah hampir lecek itu.
Jika saya bakar di teras bawah, pasti istri saya tiba-tiba keluar dan ngmomel. Kata-kata yang akan keluar pasti begini "itu kan kalau sudah batuk, bilang dah ga mau merokok lagi, sudah mending pasti bakar terus" kalimat "itu hafal banget saya" hahaha. Atau jika anak perempuan saya datang, pasti juga komplain.
Akhirnya saya memutuskan untuk merokok di teras atas. Demi rasa aman menikmati cerutu itu, saya hanya bawa Korek dan Cerutunya. Tidak bawa hand phone atau apapun.
Setelah di atas, saya bakar itu cerutu, saya coba menghisap-nya. Ada beberapa yang tidak nyaman (tidak biasa mungkin bagi saya). Ukurannya yang gede, bikin mulut seakan penuh. Asap sedikit, dan kadang suka mati sendiri.

Saya coba bakar lagi, saya hisap lagi. Sampai beberapa kali saya lakukan gerakan itu. Lama-kelamaan, dalam hati saya bertanya,"apa nikmatnya ini merokok (baca: cerutu)"
Setelah capek saya coba-coba mencari kenikmatannya, saya akhirnya cuma pegang saja. Layaknya memegang rokok, cerutu itu terselip di antara jari telunjuk dan jari tengah saya. Saya pandang-pandangi. Setelah beberapa jam, akhirnya saya berkesimpulan, kalau diperhatikan ternyata ini cerutu seperti kayu bakar.

Sorry uak, panjang ceritanya, walaupun unfaedah dan tak bisa aku simpul-kan nikmatnya.


Juson Simbolon
Blogger & Youtuber
Post a Comment