BERTEMU MARCUS AURELIUS

Marcus Aurelius hanya sebutan saja, sebagai tokoh utama dalam tulisan ini. Untuk menghindari persepsi dan framing soal relasi sosial dan politik antara saya dengan tokoh tertentu jika menyebutkan nama. 

Pemilihan nama Marcus Aurelius adalah lebih pada kedekatan karakter tokoh yang bertemu dengan saya. Dimana Marcus Aurelius dikenal sebagai “Kaisar Baik” terakhir dalam sejarah Imperium Roma. Pemimpin yang sangat memperhatikan warganya, hidupnya jauh dari hedonisme dan dikenal sebagai pemimpin yang adil dan penuh belas kasihan.

Seminggu sebelum hari pertemuan itu tiba. Sebenarnya saya sangat memahami apa yang sedang terjadi. Tidak sedikitpun rasa ingin tahu dalam diri saya jika bertemu dengan Marcus Aurelius. Sebab diujung telpon beberapa minggu sebelumnya kita sudah berbicara dengan gamblang (clear) tentang situasi yang terjadi. Sebagai penganut teori dialektika, dari intensitas dialog itu sebenarnya kita bisa memahami konflik-konflik batin yang terjadi dalam diri kita masing-masing. Dimana berbicara satu gagasan tertentu yang telah kita sepakati dan jalankan. Maka saya selalu berpesan kepada teman-teman pasukan Pretoria, agar kita bertemu dengan situasi tanpa diskusi politik yang terlalu serius. 

Oleh karenanya, saya tidak mempersiapkan diri untuk sebuah dialog (diskusi) yang mendalam dengan Marcus Aurelius. Sebagai tokoh yang moderat, saya memahami bahwa personal value yang dimiliki oleh Marcus Aurelius bukan untuk diperlombakan. Tetapi didistribusikan dengan beragam area peperangan. Kata peperangan disini bukan soal bunuh-membunuh, tetapi pada perebutan ruang publik di media massa, khususnya media sosial. Oleh karenanya, peran Marcus Aurelius sebagai tokoh sentral yang terus mengasah kebajikan (virtus) harus menjadi milik semua orang. Atau setidaknya diketahui oleh banyak orang.

Meskipun saya tidak mendorong dialog pada konsensus-konsensus politik, namun ada beberapa hal penting dan filosofis sebagai nilai dari pertemuan itu. Dimana menurut hemat saya, apa yang saya pahami dari penjelasan atas sesuatu yang sudah jelas sebelumnya adalah empat kebajikan yang tercermin dalam diri Marcus Aurelius. Dalam teori filsafat Stoa atau stoisisme (stoicism) ini disebutkan sebagai berikut;

*Pertama;* Kebijaksanaan (wisdom);  Kemampuan mengambil keputusan terbaik di dalam situasi apapun. Meskipun saya lebih banyak duduk dan mendengar sambil memegang dagu dan sesekali menjawab pasif. Tanda saya benar-benar menyimak kembali apa yang sudah disampaikan sebelumnya. Namun menjadi lebih jernih melihat hal-hal yang paling mendasar dalam keputusan Marcus Aurelius. 

Situasi itu sama persis dengan apa yang dilakukan oleh Marcus Aurelius dalam Film Gladiator (2000). Dimana Marcus Aurelius ingin menghentikan perang terhadap kaum Barbar dengan mengirimkan negosiator. Marcus Aurelius tidak ingin terjadi peperangan yang akan memakan banyak korban. 

Tetapi perang tidak terelakkan. Kaisar Roma itu hanya bisa menjalankan tugasnya dengan memerintahkan Jenderal Maximus agar melakukan apa yang terbaik untuk Roma. Setelah kemenangan oleh Pasukan Maximus atas Kaum Barbar di Germania. Marcus Aurelius malah bertanya dalam dirinya, apakah ini penting dilakukan, apakah perang sebagai jalan? Hal itu menyebabkan perenungan-perenungan yang dalam bagi Marcus Aurelius. Atau bisa jadi penyesalan yang sangat dalam.

Yang berbeda dari Marcus Aurelius dalam Film Gladiator dengan tokoh utama dalam tulisan ini adalah bahwa Marcus Aurelis dalam kisah ini bukan saja menghindari peperangan. Juga menghindari panah para Kaum Barbar menyasar kepadanya (kriminalisasi). Dimana menurut penuturan Marcus Aurelius, kenyataan itu mudah saja dilakukan oleh mereka yang memiliki kekuasaan. Dalam konteks ini saya memahami benar dan sangat mendukung pendapat dan pertimbangan Marcus Aurelius. Sebab jika itu terjadi, tentu saja akan merugikan semua Pasukan Pretoria (Penjaga Kaisar), terutama rakyat yang memiliki harapan untuk Kepemimpinan (tidak dalam arti organisatoris) saat ini.

*Kedua; Keadilan (justice)*; Memperlakukan orang lain adil dan jujur. Bagi saya, waktu dan penjelasan dari Marcus Aurelius adalah potret adil dan jujur dalam dirinya. Pertemuan malam itu dengan saya sebenarnya tidak wajib untuk dipenuhi oleh Marcus Aurelius. Kepada teman-teman yang lain yang menjadwalkan agenda itu mungkin harus. 

Tetapi bertemu saya mungkin tidak terlalu mudah secara terbuka. Saya memaklumi, saya sudah terpatri sebagai hidden friend (teman tersembunyi). “Mohon maaf jika saya terlalu GR mengklaim diri sebagai teman Marcus Aurelius” Kehadiran saya dalam ruang terbuka, bisa menyulitkan dan mempermudah tuduhan-tuduhan yang berimplikasi negatif terhadap Marcus Aurelius

Tetapi Marcus Aurelius berlaku adil. Dia mempraktekkan sebuah praktek dalam kategori sulit dalam filsafat stoa, yang dikenal dengan istilah katekhein (kewajiban-kewajiban sosial yang sebenarnya “tidak wajib” tetapi toh “selayaknya” dilakukan) Dan malam itu saya melihat dengan jernih justice itu benar-benar nyata. 

Kalau saya tidak keliru, Marcus Aurelius mungkin menilai atau melihat saya seperti turun semangat, maka berulang kali kata “semangat bang” menjadi penghujung setiap penjabarannya. Motivasi Marcus Aurelius sikap adil dan jujur buat saya. Sebab hal yang logis dan alamiah apabila ada perubahan rute dimana sejak awal kita mempersiapkan diri naik Gunung, tiba-tiba di tengah jalan kita putuskan menuju pantai, pasti akan menyebabkan penyesuaian hormon adrenalin. Secara biologis itu tidak akan mungkin bisa dihindari.

*Ketiga; Keberanian (courage);* keberanian berbuat yang benar, dan berpegang dalam prinsip-prinsip yang benar. Ini bukan tentang “berani” dalam makna sempit, seperti berani melawan keputusan-keputusan organisasinya. Tetapi Marcus Aurelius berani mengambil langkah mundur untuk sesuatu yang lahir dari dirinya sendiri. Situasi itu mengajarkan saya bahwa kompleksitas bernegara saat ini membuat kita memahami bahwa untuk sesuatu yang ideal kita harus mempertajam pemahaman dan perbedaan antara apa yang up to us (tergantung pada kita) dan not up to us (tidak tergantung kita). Artinya, bahwa faktor-faktor eksternal dan internal mesti dalam satu rangkain yang utuh, tidak sporadis.

*Keempat; Menahan Diri (temperance):* disiplin, kesederhanaan, kepantasan dan kontrol diri (atas nafsu dan emosi). Yang tergambar dalam dialog singkat bersama Marcus Aurelius sebenarnya saya hanya berbicara dan menekankan pada hope (harapan). Apapun yang menjadi keputusan, cara, taktik bahkan pilihan-pilihan itu secara teknis semestinya “harapan” adalah ruhnya. 

Sebab dengan harapan (hope) maka akan ada hasrat (desire). Bahkan lebih konkrit lagi jika meminjam komentar Ibu Airin Santoso bahwa harapan dan hasrat akan bermuara pada kemenangan (victory) jika menggunakan rumus : Hope + Desire + Pray + Unity + Struggles = Victory. Pernyataan Ibu Airin inilah menjadi inspirasi sekaligus jawaban bagi saya untuk memulai tulisan ini. Barangkali rumus Ibu Airin Santoso bisa jadi hipotesa baru yang akan kita uji dalam praktek gerakan ke depan.

Saya menyadari bahwa sampai hari ini kita masih berada pada tahapan Hope + Desire. Tahapan lain untuk victory itu masih membutuhkan setidaknya 2- 3 tahapan penting untuk gagasan-gagasan yang sedang dijalankan setahun terakhir. 

Namun Unity bagi saya bukan dalam pengertian sempit, atau bersatu dalam satu wadah organisasi tertentu. Seperti banyak kegagalan di masa lalu. Tetapi lebih pada persatuan gagasan dan pemahaman akan “apa yang seharusnya” kita perjuangkan dari diri Marcus Aurelius untuk bangsa dan negara ini.

Mohon maaf, jika tulisan ini terlalu panjang. Saya khawatir tidak cukup waktu untuk membacanya. Sebagai tulisan yang tidak bersifat reportase, maka saya terbuka untuk kritik dan kontra narasi atas pertemuan dengan Marcus Aurelius bersama teman-teman Pasukan Proteria. 

Penghujung tulisan ini saya menyampaikan terima kasih buat teman-teman Pasukan Pretoria. Mohon maaf jika menggunakan istilah-istilah yang mungkin tidak berkenaan. Tidak ada maksud memberikan konotasi negatif, hanya salah satu cara penulisan deskriptif yang harus disampaikan secara abstraktif atau dengan penekanan pada semiotika. Semoga lain waktu kita bisa membangun lebih banyak lagi kebersamaan yang mutual. 

Sehat selalu dan tetap terhubung dan saling dukung.

Jakarta 23 Maret 2022


Juson Simbolon*
* Juru Bicara Jaringan Rakyat Indonesia - KDM
* Blogger & Youtuber Satrio Bushido Library
* Hidden Friend Marcus Aurelius
* Referensi dan Sumber; Henry Manampiring; Filosofi
Teras dan berbagai sumber


Tidak ada komentar