𝗞𝗘𝗕𝗔𝗬𝗔 𝗞𝗨𝗡𝗜𝗡𝗚 𝗕𝗨𝗞𝗔𝗡 𝗞𝗔𝗗𝗘𝗥 𝗚𝗢𝗟𝗞𝗔𝗥
Ibu’ku, adalah mungkin satu orang dari sekian ribu Ibu-ibu yang harus taat memilih Golongan Karya saat Pemilu berlangsung di masa kekuasaan Soeharto. Meskipun dia tidak paham, atau tidak mau tau apa itu politik atau apa itu Golkar.
untuk masa depan anak-anaknya. Agar tidak terlilit masalah keprihatinan hidup dan kemiskinan akal dan pikiran. Baik itu lewat pendidikan formal, maupun pendidikan non formal, seperti keagamaan dan tatakrama masyarakat desa.






Yang Ibu’ku ketahui hanyalah bekerja dan bekerja ke ladang demi sekolah delapan anaknya bersaudara. Bagi Ibu saya, pendidikan adalah jalan
terbaik
Tidak heran, jika pendidikan anak-anaknya adalah harta baginya. Sejalan dengan peribahasa atau falsafah klasik mayoritas orang batak “anakkon hi do hamoraon di ahu” artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih “Anak adalah harta bagiku”. Menyekolahkan anak setinggi-tingginya meskipun tidak punya rumah mewah, jam tangan mewah ataupun berlian, jika anak sudah bisa disekolahkan dengan baik, maka itu sudah harta terbesar bagi orang tua batak” Itu pula yang selalu ditanamkan oleh Ibu (mamak) saya kepada kami semua anak-anaknya.
Punya anak delapan bersaudara bagi seorang petani turun-temurun, pastilah bukan urusan mudah untuk mencukupi kebutuhan semuanya. Apalagi Ibu tergolong cepat ditinggal pergi oleh Alm. Bapak saya. Kala itu Kakak saya yang paling pertama masih setingkat SMA, Bapak kami pergi menghadap Yang Kuasa.
Bisa dibayangkan, bagaimana repot-nya memenuhi tanggung jawab keluarga oleh Ibu sendirian. Menghadapi tekanan ekonomi dan kebutuhan sekolah semua anak-anaknya. Maka, bekerja dari pagi hingga petang, panas terik dan kadang menahan rasa lapar adalah kehidupan normal baginya. Dalam situasi penuh keprihatinan itu, tidak jarang Ibu menangis tersembunyi agar anak-anaknya tidak tahu. Kadang Ibu bilang sudah kenyang, padahal agar makanan cukup untuk semua anak-anaknya. Kadang marahnya memuncak kepada kami anak-anaknya, jika sampai tau bolos atau terlambat ke sekolah.
Situasi sulit itu membuat kami semua anak-anaknya harus taat apapun perintah Ibu. Pagi hari bangun secepat mungkin, untuk berkemas pergi ke sekolah. Sepulang sekolah harus tiba lebih cepat di ladang. Sebab kami adalah pasukannya untuk semua urusan “menanam, menunas dan memanen” apapun yang akan dijual untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk kebutuhan sekolah. Benar-benar tidak ada kata bermain saat itu. Semua dipaksa keadaan untuk kerja keras.
Dengan rasa syukur, kini usia Ibu saya sudah 75 tahun. Di usia yang sudah tergolong senja itu, Dia masih mampu melakukan perjalanan ke berbagai daerah tempat anak-anaknya berdomisili.
Kecintaan-nya kepada dunia pendidikan, meskipun Ibu hanya mengenyam pendidikan formal Sekolah Rakyat (SR) tergolong sangat teguh. Maka tidak heran jika anak-anaknya wisuda, bahkan hingga cucunya, kebahagiaan dan kegembiraan Ibu sangat terlihat dan selalu berupaya untuk mengikuti.
Dalam momentum kali ini, dengan mengenakan kebaya kuning. Ibu sedang mengikuti acara wisuda ke 5 cucunya. Meskipun Ibu saya senang warna kuning dan tengah mengenakan kebaya warna kuning, bukan berarti Ibu saya kader Golkar.
Sebagai anugerah yang tidak ternilai pelengkap rasa syukur. Ternyata Ibu saya telah mengikuti acara wisuda cucunya sebanyak 5 kali di 4 Perguruan Tinggi berbeda. Yakni USU Medan, UI Jakarta, STAN Jakarta, UPN Jakarta. Kalau saja tidak masa Pandemi, ini adalah yang ke 6 Ibu mengikuti wisuda cucunya. Sebab yang ke 5 mestinya Dia mengikuti wisuda cucunya di PNJ Jakarta.
Sehat selalu Ibu (Inong) agar kelak kita bertemu dalam suka cita dan kerinduan yang hangat. Semoga kami bisa meneladani keuletan, kesungguhan dan ketulusan'mu dalam setiap perjuangan hidup.
Terima kasih untuk semua pencapaian kalian keponakan-ku, telah membuat bangga dan bahagia mamak saya atau Oppung kalian. Tetaplah melakukan yang
terbaik
Akhir kata, Happy Graduation Bang Gilbert Manurung. Yang terbaik untukmu dari hari ini hingga hari-hari yang akan datang. "Tetaplah menjadi anak teknik, meskipun tidak berlumur oli kotor."
Bukan begitu Kakak Michell Fernanda
Jakarta 21 November 2021
Horas
Juson Simbolon
#myhero
#inongpangittubu
#dainangnalagu
#sinambela
#simbolon
Post a Comment