KENISCAYAAN DEMOKRASI

Dari beberapa komentar media sosial belakangan semakin luas wacana dan harapan Kang Dedi Mulyadi Capres 2024. Keinginan itu bisa jadi akibat adanya kebutuhan akan sosok figur yang itu-itu saja menghiasi pemberitaan dan media sosial.

Memang, pilihan akan sosok Kang Dedi Mulyadi (KDM) punya se-gudang alasan. Baik dari sisi personal valuenya, maupun kerja-kerja dan pengalaman politiknya. Potensi besar itu didukung pula dengan mudahnya memperkenalkan KDM lewat media sosial. Sebab KDM adalah figur publik yang mempublikasikan semua kerja-kerja atas nama jabatannya dan secara personal lewat amal dan kepedulian sosialnya.

Mengorganisir keinginan netizen itu memang tidak mudah. Meskipun bisa menyebar dengan cepat, tapi kesadaran mereka akan kebutuhan memperkuat jaringan relawan perlu di-inisiasi dan diakomodir. 

Menyatukan cita-cita dan memperluas dukungan relawan untuk KDM Capres 2024 perlu diorganisir secara struktural. Siapa yang akan melakukan itu? Seharusnya adalah barisan relawan yang sudah membentuk jaringan kontak ke berbagai Provinsi. Dalam politik demokrasi kita saat ini, bahwa pemilihan Presiden secara langsung membutuhkan kerja-kerja massif ke berbagai wilayah. Dan itu adalah keniscayaan demokrasi.

Tetapi sebelum sampai pada tahap itu. Kita mesti selidiki lebih dalam sebenarnya kesadaran dan psikologis pendukung KDM itu sampai mana. Menurut saya, para netizen terdiri dari dua model kesadaran politik bagaimana harapan mereka atas gagasan KDM Capres 2024.

Pertama; Mereka yang berkomentar “Semoga ada yang mencalonkan KDM Capres 2024”

Ini pengertiannya, mereka yang sependapat KDM Capres 2024, tetapi bergantung dan menunggu pencapresan itu tiba saatnya. Menurut saya, ini bentuk kesadaran pasif bahwa cita-cita atau harapan agar KDM Capres 2024 disandarkan pada orang lain. Ini termasuk pendukung yang tidak partisipatoris dalam kebijakan politik khususnya dalam momentum suksesi kepemimpinan nasional kedepan.

Kedua; Mereka yang berkomentar “Saatnya kita mengkampanyekan KDM Capres 2024”

Ini pengertiannya, mereka yang sependapat KDM Capres 2024, dan aktif melakukan sosialisasi dan bersuara agar struktur legal formal politik mendengar keinginan rakyat. Menurut saya, ini bentuk kesadaran aktif dan progresif bahwa gagasan KDM Capres 2024 itu harus disuarakan dan diperjuangkan. Setidaknya dengan aktif bersuara dan mempengaruhi opini publik, maka publik akan melihat dan menilai kenapa ada suara yang yang meminta KDM Capres 2024. Rasa penasaran publik itu akhirnya menimbulkan keinginan banyak orang mencari informasi tentang KDM.

Situasi ini harus diciptakan agar menjadi kesadaran masif publik, walaupun ada perdebatan gagasan atau resistensi bahwa KDM baiknya Jabar 1, KDM baiknya RI 2, atau apapun itu. Menurut saya itu tidak masalah, Justeru itu baik bagi perdebatan publik yang akan menghasilkan dialektika yang tajam dari sisi gagasan. Artinya, jika sudah sampai pada perdebatan itu, maka figur KDM telah menjadi topik diskusi yang terus berkembang secara dialektis di ruang publik.

Dari dua model netizen diatas, kamu berada pada model yang mana ? 

Jawab jujur dalam diri sendiri, itu jauh lebih baik. Dari pada harus berpura-pura dalam era keterbukaan saat ini. Yang pasti jika cita-citanya KDM Capres 2024, maka bangun opini-nya, bangun organisasi relawannya, ambil bagian secara aktif dalam memperjuangkan gagasan  dan cita-cita itu. Sebab, cita-cita tidak akan terwujud begitu saja. Butuh inspirasi dan kolaborasi, maka teruslah bergerak untuk mewujudkanya. Sebab suara rakyat adalah keniscayaan dalam demokrasi.

Jika kamu terus bergantung pada situasi yang belum menentu dalam politik, siap-siaplah tanganmu kelelahan untuk bertahan. Tetapi bangunlah pijakan, agar kamu bisa berdiri lebih lama. Sebab lebih baik berpijak daripada bergantung. 

Selamat Sore..!

Shareby;

Jason Simbolon

FKDM

#kdm

#relawan kdm

#kangdedimulyadi


Tidak ada komentar