𝗥𝗘𝗣𝗨𝗕𝗟𝗜𝗞 𝗦𝗔𝗞𝗜𝗧 𝗝𝗜𝗪𝗔

Situasi politik Indonesia menjelang tahun politik 2024 makin hari makin sinting. Kenapa, sebabnya adalah ulah para elit politik dan partai politik yang tidak menunjukkan fungsi sosial dan politiknya dalam kebijakan publik. 

Pada hal, jika merujuk pada fungsi partai politik dalam sistem demokrasi keterwakilan, semestinya tokoh partai bekerja mengurai masalah-masalah publik. Problem Rakyat tersebut harusnya dibenahi lewat kebijakan negara. Namun fakta-nya, para elit lebih mengedepankan kepentingan kelompoknya masing-masing.

Baik, agar kita tidak terlanjur skeptis terhadap judul opini ini. Saya ingin sampaikan beberapa alasan mengapa republik ini sakit jiwa.

*Pertama;* Masalah kelangkaan minyak goreng dan harga mahal yang sudah memasuki pekan ke 3 belum juga menemukan tanda-tanda perbaikan. Di tengah kelangkaan minyak goreng yang terjadi malah Partai Politik bisa melakukan Operasi Pasar Minyak Goreng.

Pertanyaannya, dari mana partai-partai politik itu mendapatkan minyak goreng? Kenapa mereka bisa membeli minyak goreng dengan jumlah besar, sementara rakyat antri untuk membeli kebutuhan harian mereka? Ini sungguh keanehan, rakyat kesusahan beli minyak goreng, sementara Partai Politik membeli jumlah banyak untuk pen-citraan di tengah persoalan yang dihadapi rakyat saat ini.

*Kedua;* Dalam situasi ambigu, salah satu negara dengan kebun sawit ter luas justru langka minyak goreng sebagai produk turunan dari minyak sawit (CPO) tersebut. Dalam kondisi ini, Menko Perekonomian datang ke wilayah Perkebunan Sawit dan bertemu dengan petani Sawit. 

Orang beranggapan kehadiran Menko Ekonomi dan bertemu dengan para pengusaha Sawit untuk mengurai persoalan pasokan minyak goreng yang saat ini mahal dan langka. Tetapi fakta-nya justru lain, yang dibawa dari sana bukan masalah Minyak Goreng. Tetapi membawa oleh-oleh dan misi Perpanjangan Masa Jabatan Presiden lewat penundaan pemilu. Aneh dan benar-benar absurd bukan?

*Ketiga;* Dalam situasi gaduh permintaan penundaan pemilu oleh tiga Ketum Partai Politik pendukung pemerintah. Rakyat menolak dan mempersoalkan sikap itu berdasarkan konstitusi. Sebab langka-langkah para Ketum Parpol tersebut menabrak konstitusi negara yang saat ini sebagai landasan bernegara. 

Melihat manuver para Ketum Parpol tersebut tidak mencerminkan kehendak rakyat dan dibuktikan dengan beberapa hasil lembaga survei kredibel. Dalam situasi gaduh itu, publik menginginkan peran serius Presiden sebagai kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Peran seriusnya adalah agar Presiden "menertibkan" wacana liar dari para pendukungnya, bahkan salah satu kabinetnya agar fokus pada pekerjaan mereka mengurai persoalan rakyat saat ini.

Tetapi, sikap itu justru melahirkan multi-tafsir yang menguatkan dugaan-dugaan bahwa apa yang dilakukan oleh sekelompok politisi dan Ketum Parpol ini diketahui oleh Presiden. Alasannya sederhana, akibat respon Presiden yang dianggap banyak orang tidak memiliki ketegasan. 

Presiden merespon wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu 2024 dengan menyatakan taat akan konstitusi. Kata taat akan konstitusi ini menimbulkan dua dugaan. 

Pertama, Jika konstitusi berhasil diubah oleh kekuatan Parpol di DPR/MPR dan memperbolehkan Penundaan dan Perpanjangan masa jabatan presiden, itu artinya Presiden bersedia juga diperpanjang masa jabatan. 

Kedua; Presiden menyatakan bahwa rencana atau usulan perpanjangan masa jabatan Presiden lewat penundaan Pemilu adalah bagian dari demokrasi dan tidak boleh dilarang. Artinya Presiden juga memberikan ruang, silahkan diperjuangkan perpanjangan masa jabatan Presiden lewat penundaan Pemilu 2024. Jika berhasil saya turut konstitusi, jika tidak berhasil saya juga turut konstitusi. Sikap ini benar-benar tidak mencerminkan ketegasan yang diharapkan oleh publik dari seorang kepala negara.

Ketiga; Dengan wacana yang semakin hari semakin liar. Muncul dugaan-dugaan dan asumsi liar bahwa usulan perpanjangan masa jabatan Presiden lewat penundaan Pemilu adalah agenda tersembunyi orang-orang kuat dibelakang Presiden. Yang selama ini mengendalikan negara, baik dari sisi ekonomi maupun kebijakan-kebijakan strategis pemerintahan.

Jika membaca dan mengikuti alur isu dan problem rakyat saat ini. Di tengah tekanan dua tahun masa pandemi. Ternyata elit politik hanya sibuk dengan urusan dan kepentingan mereka masing-masing. Jadi sangat beralasan bagai saya menilai republik ini sedang menjalankan demokrasi sinting. Bagaimana menurut Anda, silahkan berpendapat dengan bebas.


Friday I’m in Love

Juson Simbolon




Tidak ada komentar