MEMBAYANGKAN INDONESIA DI MASA DEPAN

Ini hanya sebuah catatan personal. Yang bisa jadi berdasarkan subjektivitas saya sebagai seorang warga negara.

Catatan ini tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi pikiran siapapun. Siapapun yang membaca tulisan ini, hendaknya melihatnya dari sisi yang positif tanpa tendensi  yang berlebihan soal politik atau apapun yang berkaitan dengan pemilu Indonesia di masa yang akan datang.


Hampir dua bulan sudah saya merefleksikan semua tindakan, kecintaan dan harapan terhadap Indonesia di masa depan. Harapan itu tumbuh berkat perkenalan saya dengan ide-ide dan gagasan Kang Dedi Mulyadi di ruang publik berkat bantuan teknologi. Mungkin bukan hanya saya, ada banyak teman yang menjadi “penggemar” Kang Dedi Mulyadi berkat teknologi dan gagasan-gagasan besarnya tentang masyarakat dan lingkungan di masa depan.


Di zaman sekarang, politisi banyak memelihara rasa benci dengan mengeksploitasi politik identitas. Kehancuran sendi-sendi kita sebagai bangsa terus-menerus berlangsung. Berjalan bagaikan api dalam sekam. Tidak tampak, tapi sesekali menimbulkan asap perpecahan. 


Dimana pihak yang satu dengan pihak yang lain bermuara pada kepentingan kekuasaan. Kemarahan tercipta dimana-mana. Seolah kita tidak lagi punya harapan untuk satu keadilan yang menjadi cita-cita bangsa ini didirikan. Apa penyebab semua itu terjadi? Ialah hilangnya rasa cinta yang kita miliki secara hakiki. 


Rasa cinta kita dipaksa pada hal-hal yang tidak mendasar sebagai manusia atau sebagai warga negara. Rasa cinta kita dipaksa dengan mencintai Indonesia jika mendukung adanya infrastruktur jalan tol yang panjang. Bangga dengan tambang yang menganga di seluruh belahan bumi indonesia. Dengan pengupasan permukaan tanah yang tidak boleh diprotes atas nama investasi dan pembangunan. Rasa cinta demikiankah yang menjadi imajinasi kita tentang Indonesia di masa depan? Ini pertanyaan yang sulit kita hindari. Sulit pula kita keluar dari situasi ini.


Entah keliru atau tidak, bagi saya gagasan-gagasan Kang Dedi Mulyadi adalah justeru sebaliknya. Bahwa cinta adalah bukan soal-soal “keterpaksaan” mencintai hal-hal dangkal yang berpotensi merusak masa depan kita sebagai bangsa. Kang Dedi Mulyadi berdiri atas soal-soal filosofis dalam kehidupan, cinta dan humanisme yang tumbuh di masa depan. 


Gagasan dan imajinasi Kang Dedi Mulyadi tentang Indonesia masa depan adalah kebahagian yang tidak hanya diukur dengan angka-angka ekonomi, harta benda dan lain-lain. Tetapi lebih pada kemampuan kita mempertahankan ukuran kebahagiaan dengan relasi sosial sebagai sebuah budaya (harmoni). Keseimbangn dan keselarasan manusia dengan alam sebagai ruang hidup, dengan berpegang pada kebijaksanaan & kearifan lokal (local wisdom). 


Sebagai identitas, mestinya memelihara kebudayaan bukan saja soal kecintaan dalam konteks nasionalisme sempit. Tetapi sebagai benteng pertahanan akan ganasnya budaya luar yang kadang membuat kita lupa siapa kita di republik ini.


Jadi secara subjektif, saya membayangkan Indonesia di masa depan dengan ciri kepemimpinan yang kuat secara historis, filosofis dan humanisme yang dipraktekkan, bukan hanya diucapkan. Menurut saya, ciri itu ada dalam diri dan nilai-nilai yang dimiliki oleh Kang Dedi Mulyadi.


Dalam beberapa kesempatan, saya selalu melihat sisi-sisi fundamen dalam setiap penjelasan akan sesuatu hal yang disampaikan oleh Kang Dedi Mulyadi.  Penjelasan-penjelasan Kang Dedi Mulyadi pula yang membuat saya punya bayangan pemimpin Indonesia di masa depan. Dimana, di masa depan Kang Dedi Mulyadi adalah orang pertama yang meletakkan nilai historis, filosofis dan humanisme dengan berpegang teguh pada etika lingkungan (environmental ethics) dalam menjalankan kepemimpinan di Indonesia. 


Impian tentang Indonesia ini, mungkin bagi sebagian orang dianggap “aneh” atau utopis. Saya memaklumi semua penilaian itu. Sebab membayangkan masa depan Indonesia memang tidak mudah di tengah kecamuk pragmatisme yang berlangsung saat ini. Meski demikian, saya percaya bahwa selalu ada harapan di setiap bait-bait doa yang disertai dengan tindakan penuh kesabaran, ikhlas dan selalu percaya bahwa hanya diri kita yang bisa kita kendalikan. Apapun hasil dari semua upaya kita, tidak lagi dalam kendali kita.


Kalau sebagian teman-teman bertanya, apa yang terjadi di tengah kekacauan politik saat ini. Kenapa kau berhenti atas ide dan gagasan tentang sosok Kang Dedi Mulyadi yang mulai diterima dan didengar oleh banyak orang?


Saya hanya menjawabnya, bahwa saya tidak sedang berhenti, sampai kini saya masih punya imajinasi tentang Indonesia di masa depan dengan nilai-nilai kepemimpinan yang dimiliki Kang Dedi Mulyadi. 


Tetapi saya tidak mau terjebak pada hal-hal normatif di antara keinginan banyak orang akan sosok Kang dedi Mulyadi. Saya tidak mau larut dalam perdebatan jadi Capres, jadi Cawapres, jadi Gubernur atau apapun jika membahas tentang Kang Dedi Mulyadi.  Saat ini, saya hanya ingin membangun imajinasi tentang Indonesia di masa depan dengan Kang Dedi Mulyadi sebagai signifier sekaligus signified tentang pemimpin Indonesia di masa yang akan datang. Apakah Itu akan terwujud di tahun 2024, 2029 atau tidak, biarlah proses yang akan menjawabnya.


“Demikianlah aku sedang berimajinasi memiliki setangkai kembang mawar, tapi tidak ingin memutusnya dari tangkai dan duri-durinya”


Jakarta 12 April 2022


Juson Simbolon

* Juru Bicara Jaringan Rakyat Indonesia - KDM

* Blogger & Youtuber Satrio Bushido Library

* Hidden Friend Marcus Aurelius



Tidak ada komentar