𝗣𝗘𝗥𝗡𝗬𝗔𝗧𝗔𝗡 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗣𝗘𝗥𝗧𝗔𝗡𝗬𝗔𝗔𝗡
Meskipun tersangka sudah diumumkan, sepertinya netizen seolah tidak menemukan apa yang mereka inginkan dari informasi atas perkembangan kasus ini. Sikap netizen demikian bisa saja terjadi karena terlalu banyak informasi silih berganti.
Pernyataan dengan pemilihan diksi tertentu sering kali menyebabkan multitafsir di ruang publik. Pernyataan Polisi, Pengacara, Menteri hingga lembaga-lembaga resmi negara (Kompolnas, Komnas HAM, LPSK, Komnas Perempuan) yang ikut dalam proses pengungkapan kasus ini sejak awal banyak yang berbeda-beda.
Satu bulan lebih kasus ini berjalan. Apa yang bisa kita lihat sebagai persoalan pokok? Sama sekali belum jelas. Hal itu terjadi karena kasus ini masih terus berproses. Itu saja sebagai kalimat normatif-nya.
Belakangan, usai pengumuman tersangka dan pasal yang di sangkakan, muncul pertanyaan baru. Apa motivasinya? Kalimat tanya singkat ini juga tidak kalah riuh. Sebab belum ada penjelasan apa motif sesungguhnya.
Informasi yang beredar hanya pengakuan demi pengakuan tersangka dan penjelasan dengan kalimat multitafsir dari berbagai pihak. Misalkan Menkopolhukam mengatakan “motivasinya tidak bisa diungkap, karena konten orang dewasa”. Polisi mengatakan “tidak akan diungkap ke publik, untuk menjaga perasaan semua pihak”. Motif terbaru juga disebutkan “sakit hati, karena harkat dan martabat keluarga dilukai”.
Dari tiga pernyataan motif yang disampaikan belum ada yang jelas. Misalkan, disebut sebagai konten orang dewasa. Maksud “konten orang dewasa itu apa atau ngapain?” Pertanyaan ini menggantung jadi tanda tanya.
Disebut motivasinya tidak dibuka ke publik, “untuk menjaga perasaan semua pihak” Maksud untuk menjaga perasaan semua pihak itu apa atau melakukan apa? juga menjadi pertanyaan menggantung.
Disebut emosi karena “melukai harkat dan martabat keluarga di Magelang” Maksud melukai harkat dan martabat itu apa dan melakukan apa? juga menjadi pertanyaan menggantung di ruang publik.
Pernyataan yang menyisakan pertanyaan itu bergulir terus-menerus. Mengaduk-aduk logika publik, sehingga memunculkan spekulasi di kolom-kolom komentar media sosial. Sementara di sisi lain, lembaga-lembaga resmi negara seperti Komnas Ham, LPSK, Kepolisian terus melakukan prosesnya masing-masing.
Tetapi yang menarik adalah munculnya narasi ketakutan. Yang dimaksud dengan narasi ketakutan adalah pihak yang tersangkut dalam kasus ini seolah-olah sangat butuh perlindungan. Ada yang meminta perlindungan kepada lembaga resmi negara seperti LPSK. Bahkan ada pula keluarga tersangka meminta perlindungan ke Presiden Joko Widodo.
Sebenarnya mereka meminta perlindungan karena takut dengan siapa? Sudah sedemikian buruk'kah keamanan semua pihak yang berhubungan dengan kasus ini? Atau apakah mereka tidak percaya akan rasa aman meskipun lembaga kepolisian masih tegak berdiri? Atau apakah narasi ketakutan ini sengaja dikembangkan untuk mengesankan bahwa tersangka utama kasus ini merupakan orang yang sangat kuat? Orang yang sangat sakti bisa melakukan apa saja meskipun sudah ditahan?
Beberapa pertanyaan itu mungkin saja tidak berlaku bagi semua orang. Tetapi hampir pasti, pernyataan-pernyataan sebagaimana yang kita dengar selama ini hanyalah menyisakan banyak pertanyaan di ruang publik. Oleh karenanya, jangan dilarang publik membuat analisis, asumsi atau pendapat masing-masing. Selagi kejelasan informasi seputar kasus ini masih zig-zag, menjadi konsekuensi distrust terhadap banyak pihak terus meningkat.
Apabila situasi ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin suatu saat bisa saja berkembang menjadi distrust terhadap pemerintah. Karena publik akan beranggapan dan berkesimpulan negara ini dikuasai oleh manusia-manusia hipokrit.
Juson Simbolon
Blogger Satrio Bushido Library
Sumber Foto: Facebook Majalah Tempo
#kasus
#motif
#polisi
Post a Comment