𝗜𝗡𝗙𝗜𝗟𝗧𝗥𝗔𝗦𝗜 𝗛𝗜𝗡𝗚𝗚𝗔 𝗞𝗘 𝗥𝗨𝗔𝗡𝗚 𝗣𝗥𝗜𝗩𝗔𝗦𝗜

Dua minggu terakhir banyak teman-teman mengirimkan link berita ke nomor Whatsapp saya. Ada yang bertanya dengan nada skeptis tentang sosok dalam berita itu. Saya menduga, mereka adalah orang yang selama ini sama dengan saya, mengikuti figur dalam berita itu. 

Motivasi mereka mengikuti berita sosok tersebut, tidak bisa saya simpul-kan. Entah karena senang atau karena tidak senang (hater), saya tidak terlalu memikirkan-nya.

Tetapi dari nada dan isi chat kalimat pembukanya, saya bisa membuat kategori antara orang yang senang atau orang yang tidak senang. Atau orang yang mengerti atau orang tidak mengerti tentang latar belakang sebuah peristiwa yang ramai di media. Khususnya media sosial.

Lewat tulisan singkat ini. Saya ingin mengajak siapa saja untuk melihat segala sesuatu dengan pendekatan historis. Kalau pernah baca buku filsafat MDH, kamu mungkin tidak akan kesulitan untuk memahami maksud saya. Tetapi jika kamu hanya terbiasa baca novel Enny Arrow atau lazim disebut Nearrow, maka akan kesulitan untuk berpikir sebuah peristiwa adalah dialektika terus-menerus dari perjalanan sejarah yang tidak akan pernah terputus.

Setelah mempelajari historis konflik-nya, penjelasan dari orang-orang yang terlibat dalam proses panjang pertarungan gagasan, rencana pembangunan dan praktek kebudayaan di tempat tersebut, serta sajian informasi dari pemberitaan di media. Maka saya menemukan sebuah hal mendasar sebagai pertentangan yang tidak muncul di media sosial. Situasi tersebut sebenarnya bukan hal baru. Tetapi sudah menjadi tema-tema besar di tengah-tengah kehidupan kita sebagai bangsa. 

Mungkin tulisan ini tidak akan memuaskan bagi Anda. Sebab saya menulis bukan untuk memuaskan siapapun. Karena orang yang senang menuliskan pengalaman atau pendapatnya tidaklah sama dengan pelacur.

Baik agar tidak terlalu panjang. Situasi dan kapitalisasi informasi yang dilakukan oleh media, hanya memunculkan sisi-sisi privat sebagai konsumsi publik. Hal itu bisa saja terjadi, sebab yang diberitakan adalah tokoh publik. Dari keluarga politisi pula. 

Tetapi saya ingin menyampaikan sisi yang berbeda. Jika merujuk sejarah, fakta saat ini dan penjelasan orang yang bersentuhan langsung dengan tokoh-tokoh yang disebutkan dalam berita tersebut. Sebenarnya ada konflik ideologis dan politis yang  secara prinsip sangat bertentangan. Atau bahasa lainnya tidak sejalan dan saling menegasikan.

Di satu pihak ingin mewujudkan pembangunan satu wilayah dengan karakter dan berbasiskan kearifan lokal. Sementara di pihak yang lain, ingin melakukan pembangunan wilayah tersebut dengan pendekatan nilai-nilai Agama. Dan berpendapat bahwa praktik hidup, konsep pembangunan dengan memperkuat akar kebudayaan adalah bertentangan dengan nilai-nilai Agama. 

Perbedaan cara pandang ini tidak hanya terjadi di meja diskusi. Tetapi menyelinap hingga ke lingkaran-lingkaran kepentingan kekuasaan. Sehingga menyebabkan hubungan mutual antara sosok dalam pemberitaan dengan kelompok politik tertentu. Yang secara ideologi dan kepentingan jangka panjang menginginkan garis politik mereka menyebar ke seluruh daerah. 

Tetapi melawan figur yang kuat secara prinsip dan mengakar dengan karakter kebudayaan tidaklah mudah. Dibutuhkan celah untuk memuluskan infiltrasi hingga ke ruang privasi. Tentu saja cara ini dilakukan dengan kesepakatan-kesepakatan politik untuk kelangsungan kekuasaan di wilayah tersebut. 

Maka anda jangan heran, jika ada berita tentang pertanyaan “apa sebab” sebuah perselisihan hukum diajukan (gugatan). Tidak akan pernah ada jawaban spesifik dari orang yang ditanya.  

Sayangnya, netizen lebih tertarik dengan urusan tali air. Sehingga membuat praduga-praduga yang hanya berdasarkan asumsi apa yang diberitakan oleh media. Atau lebih parah lagi justru membuat framing seolah-olah orang yang digugat adalah orang yang bersalah. 

Di akhir tulisan ini saya mau sampaikan dua hal. Pertama; Tetaplah “Santai”. Santai disini bukan soal tidak respek dengan keadaan orang lain. Tetapi lebih kepada upaya menempatkan pernikahan atau perceraian adalah wilayah privat yang menjadi ranah para pihak. Dengan kerumitan-nya masing-masing. 

Kedua; Sebagai tokoh publik, tentu saja pemberitaan itu menjadi perbincangan publik yang tidak bisa dihindari. Tetapi menempatkan diri tidak ikut berpolemik di ruang publik dengan isu-isu privat, menjadikan siapa saja berperan untuk belajar memahami sesuatu dengan latar belakang peristiwa secara konfrehensif. 

Terima kasih.
Tetaplah santai, walau tidak di pantai.!

Jakarta, 28 September 2022


Juson Simbolon
Fans KDM - Youtube & Blogger

Tidak ada komentar