MENGUKUR NALAR NOEL
Dua hari ini ramai perbincangan dan pemberitaan tentang Emmanuel Ebenezer. Atau akrab disapa Noel.
Pernyataannya menarik dukungan dan membubarkan Ganjar Pranowo Mania (GPMania) membuat riuh para pendukung Ganjar Pranowo.
Awalnya saya tidak tertarik bahas soal berita ini. Sebab narasi-narasi Noel selama ini di salah satu Grup WA, dimana kami sama-sama di dalam grup itu tidak ada yang spesial. Argumentasinya biasa saja. Narasi standar ala klaim relawan pada umumnya. Cenderung banyak memuja-memuji dan mengidentikkan Ganjar Pranowo dengan kelanjutan kerja Jokowi.
Tetapi membully Noel adalah kekonyolan. Menurut saya Noel adalah tipikal pendukung calon Presiden yang rasional. Dimana dasar dukungannya berdasarkan apa yang dibutuhkannya kedepan. Sebab pemilih rasional itu mereka yang mampu melihat seorang figur apakah dapat memperjuangkan kepentingannya.
Contohnya, jika kau buruh ya dukunglah Calon Presiden yang memiliki upaya perbaikan nasib buruh. Begitu pula dengan petani, nelayan dll.
Tetapi jika kau ingin jadi relawan cinta buta. Tanpa mengerti apa yang kau dapatkan atas dukunganmu terhadap seseorang, ya wajar saja gelap gulita melihat politik. Serta menghujat seseorang yang berpindah pilihan politik.
Kita kembali ke Noel. Menurut saya, dasar pijakan Noel memilih menarik dukungan dan membubarkan GPMania selain pertimbangan rasional, bisa saja dipengaruhi beberapa faktor. Bisa jadi Noel sudah berupaya untuk mendekat ke lingkaran utama Ganjar Pranowo yang dikenal sudah berlapis-lapis itu, tetapi tidak berhasil. Makanya ada argumen Noel di salah satu podcast bahwa ada karakter feodal dalam diri Ganjar Pranowo.
Atau bisa saja Noel mendapat informasi strategis soal siapa yang berpeluang menang dan didukung para elit di kontestasi politik Pilpres 2024. Dengan kata lain, Ganjar Pranowo belum pasti dapat tiket. Artinya Noel berani mengambil langkah sudah pasti berdasarkan perhitungan dan informasi yang bisa dikapitalisasi olehnya. Tentu saja Noel tidak dapat informasi dari pinggiran kali Ciliwung kan.!
Hal lain, adanya pergeseran dukungan kepada calon lain, dimana cepat atau lambat akan terpublikasi ke ruang publik. Misal, akan mendukung Prabowo Subianto. Sebab nama Prabowo Subianto di beberapa grup WA mengemuka sebagai pilihan alternatif bagi para mantan pendukung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019 lalu. Apakah Noel salah satu diantara itu? Ya hanya Noel dan waktu yang tau.
Terlepas dari riuh, cibiran, bullying dan tuduhan baik dari pendukung Ganjar Pranowo maupun para korban influencer atas nama relawan kepada Noel. Bagi saya nalar politik Noel cukup rasional. Dia mampu menciptakan medan pertarungannya sendiri. Mempengaruhi opini publik, meskipun banyak orang mengatakan ini sensasi. Tetapi satu hal pasti, banyak media mainstream mengambil opini Noel untuk disajikan kepada jutaan pemirsa mereka.
Sebagai pendukung Jokowi, sebenarnya Noel sudah habis “dikuliti” oleh sesama pendukung Jokowi sendiri. Terutama saat menjadi saksi meringankan untuk Munarman.
Konsekuensi yang diperoleh saat itu terlempar dari jabatan salah satu Komisaris BUMN. Jabatan jatah balas budi bagi pendukung Jokowi Pilpres 2019 lalu. Tetapi dengan situasi ini, membuktikan bahwa Noel masih memiliki jaringan dalam perhelatan dan dinamika politik 2024 kedepan.
Jika memang langkah Noel akibat adanya tawaran atau kesempatan mendukung salah satu calon yang paling menguntungkan, itu hal yang wajar dalam demokrasi yang rasional
Di lain sisi, jika ada yang bangga menjadi “relawan bigot” tanpa ada harapan apapun, itu bagian dari irasionalitas demokrasi itu sendiri. Umumnya mereka gerombolan “relawan bigot” ini merupakan korban para influencer pencari posisi dan korban pidato omong kosong para politisi.
Selamat bertanding..!
Ambil posisi masing-masing..!
Sebelum saling serang demi Tropy..!
Jakarta 09 Feb 2023
Juson Simbolon
- penikmat medsos -
Post a Comment