MANG KIFLY & SUARA GETIR DARI DESA
Minggu kedua perjalanan kami ke desa-desa di Jawa Barat adalah ke Sukabumi Raya. Selain menghadiri undangan pernikahan anak sahabat sesama Fans Kang Dedi Mulyadi, juga menggunakan waktu pertemuan dengan dua komunitas Sahabat Sukabumi dan FKDM (Followers Kang Dedi Mulyadi) Chapter Sukabumi.
Pertemuan di dua tempat ini dalam rangka penguatan gagasan “Ngurus Lembur, Nata Kota-Jabar Istimewa” Sebuah gagasan gerakan perubahan Jawa Barat yang akan dipimpin oleh Kang Dedi Mulyadi tahun 2024.
Sahabat Sukabumi merupakan grup WA sesama penggemar Kang Dedi Mulyadi tingkat lokal, melebur dari beberapa komunitas. Mereka saya kunjungi satu tahun lalu saat pembentukan dan pengembangan gagasan KDM Capres 2024 dan Kopdar I Sahabat Kang Dedi Mulyadi. Untuk saat ini grup lebih banyak diisi oleh kaum Ibu. Maka tidak heran saya dan beberapa teman sesama Kaum Adam merasa “Kasep Pisan” jika sudah berada dalam kerumunan mereka.
Usai pertemuan di dua lokasi berbeda, Sukabumi Kota dan Sukabumi Kabupaten. Minggu 14 Mei 2023, bersama teman-teman melanjutkan silaturahmi ke rumah Kang Kifly.
Perjalanan dengan kondisi jalan rusak hampir sepanjang jalan memaksa Honda City Car harus melaju dengan kecepatan tanpa injak pedal gas. Sudah dipastikan perjalanan ibarat siput itu membuat waktu tempuh ke rumah Kang Kifly sangat melelahkan. Apalagi rumah Kang Kifly berada di ketinggian desa dekat gunung.
Perjalanan hampir dua jam, padahal masih jarak antar kecamatan dalam satu Kabupaten. Itu menandakan selain wilayahnya luas, juga jalannya yang rusak parah.
Sahabat saya dari Malang hampir saja menyerah di tengah jalan. Kala bertemu tanjakan dengan kemiringan hampir 45 derajat. Jalan dengan lebar satu mobil itu membuat perempuan malang, eh sorry perempuan asal Malang itu ciut nyali.
Kalau di jalan Tol dia selalu mengalahkan saya saat berkendara. Tapi jalan pedesaan jangan coba-coba, meskipun tahun mobilnya lebih baru, saya pastikan teman saya pasti kalah jauh menghadapi rute berbahaya pedesaan Jawa Barat. (Jalan Mulus - arti sebaliknya)
Argumentasinya sih masuk akal. “Loh Bang, ini jalannya nanjak, muat satu mobil, ya ndak bisa kita naik, suruh aja Kang Kiflynya ke sini, kalau nanti mobil turun dari arah berbeda, ya kita mau kemana?” ucapan itu disampaikan dengan mimik serius dan dialek Jawa Timuran.
Dalam hati saya tertawa kecil, sambil mencoba menghubungi Kang Kifly. Kondisi psikologis demikian merupakan hal wajar. Sebab teman saya belum pernah ikut dunia aktivisme. Saya mengalah dan menelpon Kang Kifly. Walaupun di google map, tinggal 5 menit sudah sampai di rumah Kang Kifly. Selain pertimbangan kekhawatiran teman saya, saya juga memahami betapa lelah perjalanan Malang - Purwakarta - Sukabumi dan beberapa titik pertemuan di Sukabumi.
Mang kifly menjawab di ujung telpon. Memberi kabar bahwa rute yang kami jalani sudah tepat. Sebentar lagi sampai di tujuan. Namun teman saya berkata lain. “Wah Ndak bisa, mang Kifly ke sini aja dulu” ucap teman saya melalui sambungan telepon.
Pertanyaanya. Mengapa penting sekali kami harus menemui Kang Kifly? Ceritanya sederhana. Kang Kifly merupakan konten kreator desa yang cukup cerdas. Konten-nya cukup natural. Dia mengangkat tema kondisi jalan desa, kecamatan dan kabupaten yang cukup parah dan sudah terjadi bertahun-tahun pula.
Di studio sederhana Kang Kifly kami berbincang serius. Mendengarkan keluhan dan teror yang dialami Kang Kifly selama membuat konten berkaitan dengan realitas pembangunan di desanya.
Bukan hanya Kang Kifly, Ibunya juga bercerita hal yang sama. “saya suka tidak tenang, kalau habis magrib Kang Kifly belum pulang, takut diapa-apakan orang di jalan. Kita kan orang desa, tidak punya siapa-siapa untuk mengadu” Ibu Kang Kifly bercerita dengan intonasi lembut khas bahasa Sunda. Mimik wajahnya terlihat polos, layaknya orang desa dengan pikiran terbuka. Mendengar dan menatap wajah Ibu Kang Kifly bulir-bulir air mata akan menetes. Apalagi jika membayangkan situasi itu terjadi pada Ibu kita sendiri.
Upaya kami bertemu Kang Kifly, selain faktor-faktor kesamaan dalam dunia digital, tentu saja memahami bahwa tekanan kepada Kang Kifly pasti terus terjadi. Entah itu dari aparat Desa, Aparat Keamanan dan mungkin juga cibiran dari tetangga. Benar pula hal itu memang dialami oleh Kang Kifly.
Pada pertemuan singkat itu, saya berpesan kepada Kang Kifly. Jangan takut, selagi tidak ada perhatian pemerintah ke warga di desa, teruslah bersuara. Dunia digital atau media sosial menjadi alat kita melakukan perjuangan melawan hegemoni digital yang dilakukan oleh siapa saja dengan niat menyengsarakan rakyat desa.
“Ketika mereka, para pejabat, mafia tambang dan segala aktivitas pengrusakan ruang hidup rakyat desa menganggap warga desa jauh dari akses informasi mainstream. Maka kita hadir sebagai solusi menyebarkan ke seluruh dunia realitas di desa kita masing-masing. Tetap sampaikan informasi ketidakadilan pembangunan itu terang benderang. Kehadiran saya dan teman-teman di sini ialah menegaskan bahwa Kang Kifly tidak sendirian” Anggukan Kang Kifly seolah melawan ketakutan-nya selama ini.
Sesama pemain dunia digital, tentu saja kami memahami konsekuensi dari setiap informasi digital yang kami bagikan. Tetapi melawan rasa takut adalah tugas kita semua untuk memberikan contoh kepada orang lain. Terutama warga Jawa Barat. Ungkapkan-lah realitas pembangunan di desa'mu yang bertahun-tahun terabaikan itu dengan keberanian.
Mari kita ciptakan Jawa Barat kedepan, menjadi provinsi dengan partisipasi publik yang kuat untuk mengawal orientasi pembangunan. Tentu saja harus berjejaring lebih erat, agar suara semakin kuat. Kita pastikan Jawa Barat menjadi Provinsi Istimewa dengan konsep pembangunan berbasis gerakan Mengurus Lebur, menata Kota - Jabar Istimewa.
Percayalah, dengan kerja keras niat yang tulus. Hari esok pasti akan lebih baik.!
Jakarta 15 Mei 2023
Blogger & Youtuber Fans KDM
Post a Comment